Wasekum PGI: Gereja Perlu Memberi Perhatian Kepada Panti Asuhan

PGI – Jakarta. Terbongkarnya kasus pelanggaran HAM yang dilakukan pengelola Panti Asuhan Samuel di Sektor 6 Gading Serpong, Kelapa Dua, Tangerang, Banten, (26/2/2014), membuat kita terkejut. Sejauh ini, pandangan umum menilai bahwa Panti Asuhan adalah tempat penampungan dan perlindungan bagi anak-anak yang tidak/kurang memperoleh pengasuhan dan perhatian. “Bila pengelola Panti Asuhan menjadikan Panti Asuhan sebagai lahan usaha dengan mengeksploitasi anak, maka masyarakat patut menuntut pertanggungjawaban pengelola Panti Asuhan tersebut,” demikian kata Pdt. Liesje Tamuntuan-Makisanti, S.Th, M.Si (Wakil Sekretaris Umum PGI).

Pdt. Liesje Makisanti menegaskan bahwa Gereja perlu memberi perhatian kepada Panti Asuhan, baik yang dikelola Lembaga Kristen atau Gereja maupun non-Kristen. Gereja memiliki kontrol sosial terhadap pengelola Panti, baik Panti Asuhan Anak Yatim-Piatu, Panti Werda, maupun Panti Pembinaan orang-orang berkebutuhan khusus.

Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang menaungi sebagian besar gereja-gereja di Indonesia melihat bahwa kasus pelanggaran HAM yang dialami anak-anak Panti Asuhan Samuel harus segera diusut dan ditangani secara tuntas. Wasekum PGI sangat menyayangkan bahwa anak-anak tersebut menjadi obyek ekploitasi yang dilakukan Chemuel Watulingas alias Samuel. Ini merupakan bentuk pelanggaran UU Perlindungan Anak, pelanggaran hak anak terkait kekerasan dan penganiayaan anak-anak, dan bahkan pelanggaran UU mengenai pengelolaan Yayasan karena tidak memiliki izin Pengelolaan Panti Asuhan.

Wasekum PGI juga mengingatkan kepada para donatur yang memberi donasi kepada Panti Asuhan untuk melakukan pengawasan agar bantuan donasi yang diberikan tepat sasaran. Para donatur tersebut memiliki hak meminta pertanggungjawaban penggunaan bantuan donasi dan transparansi pengelolaan keuangan dan pengelolaan pekerjaan yang dilakukan Panti Asuhan yang bersangkutan. Bahkan kalau perlu, para donatur dapat berdialog langsung dengan mereka yang memperoleh bantuan tersebut, sekalipun mereka adalah anak-anak, orang lanjut usia, dan orang-orang berkebutuhan khusus. Ini mungkin yang masih kurang diperhatikan oleh kita termasuk juga gereja.

Pdt. Liesje juga menceritakan bahwa sudah berabad-abad Gereja menjalankan teologi sosial sambil memberitakan Kabar Baik atau Kabar Sukacita (Injil) di antaranya melalui pelayanan kesehatan dan pengobatan (cikal-bakal terbentuknya rumah sakit), pendidikan (cikal-bakal terbentuknya sekolah-sekolah), dan pengasuhan (cikal-bakal terbentuknya panti-panti). Namun pada zaman sekarang, teologi sosial gereja lebih mengutamakan agar orang-orang yang ditolong mengalami kasih Tuhan tanpa membeda-bedakan latar belakang seseorang. Di sinilah wujud nyata kehadiran Gereja dalam menghadirkan damai sejahtera Kerajaan Allah.

Pdt. Liesje Makisanti adalah sosok ibu dan gembala jemaat yang sangat memberi perhatian kepada mereka yang terpinggirkan. Lebih jauh untuk mengenal Ibu Lies dapat melihat CVnya dalam unduhan di bawah ini.

Icon PDF Download

 

CV Pdt. Liesje Tamuntuan-Makisanti, S.Th, M.Si

 

 

Oleh: Boy Tonggor Siahaan (Staf Biro LitKom PGI)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*