Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan HAM Albert Hasibuan, hari ini, Kamis (19/6/2014), menemui Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X terkait peristiwa intoleransi.
Selain itu, Albert bersama rombongan juga menyempatkan diri mengunjungi makam almarhum Udin serta berdialog dengan korban tindak intoleransi di kantor LBH Yogyakarta.
“Saya ke Yogyakarta untuk berdialog dengan Pak Sultan soal peristiwa intoleransi dan penanganannya,” terang Albert, Kamis (19/6/2014).
Albert mengungkapkan, pertemuan dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X berlangsung selama dua jam. Dalam pembicaraan itu, Sri Sultan menjelaskan peristiwa yang terjadi di Yogya sekaligus langkah-langkah yang diambil.
“Langkah-langkah dan kebijakan yang dilakukan oleh Sri Sultan sudah sangat baik, hanya tinggal warga menerapkannya. Sultan ingin Yogyakarta tetap aman, tenteram, dan toleran,” tegasnya.
Selain bertemu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, Albert juga bertemu dengan para korban intoleransi di kantor LBH Yogyakarta. Dalam pertemuan itu, Albert meminta para korban menceritakan kronologi yang mereka alami.
Cerita dari para korban tersebut akan dijadikan pertimbangan dan masukan untuk presiden. Sebab, kata Albert, tugas dari Anggota Dewan Pertimbangan Presiden adalah menerima keluhan-keluhan warga dan mengajukan ke presiden sebagai masukan-masukan guna mengambil langkah penyelesaian.
“Dari cerita korban, saya akan kirim surat ke presiden sebagai masukan untuk mengambil langkah kebijakan dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi,” tegasnya.
Meski masa jabatan presiden tinggal beberapa bulan, Albert mengaku optimistis akan ada tindak lanjut dari surat yang dikirimkan. Ia meminta agar para korban juga bersikap sama, optimistis akan adanya solusi dari Presiden.
“Saya percaya masih ada harapan, kita harus optimistis ada titik-titik cerah di sisa waktu jabatan presiden,” ujarnya.
Menurut Albert, permasalahan seperti peristiwa intoleransi harus segera diselesaikan sebab jika tidak, maka demokrasi akan “larut” dan kehidupan berwarganegara tidak berjalan selaras.
“Demokrasi tidak akan berlangsung secara utuh jika pihak mayoritas belum bisa menghargai hak minoritas. Di negara demokrasi semua hak harus sama,” tutup mantan anggota Komnas HAM ini. (Kompas.com)
Be the first to comment