JAKARTA,PGI.OR.ID-Wakil Menteri Desa Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa dalam menuju Sustainable Development Goals (SDGs) diperlukan kerjasama multi pihak. Kerjasama dengan gereja-gereja dan lembaga pelayanan dalam membangunan desa tertinggal sangat diperlukan.
“Kami sudah menghitung untuk mengejar ketertinggalan satu desa butuh biaya 20 Milyar per desa untuk satu tahun. Sementara saat ini, pemerintah baru bisa memberikan dana desa maksimal 1 Milyar per tahun. Itu berarti butuh 20 tahun untuk membangun desa agar tidak tertinggal. Oleh karena itu peran kemitraan multipihak termasuk gereja sangat diperlukan,” kata Wamendes.
Hal itu disampaikan di Grha Oikoumene, Jalan Salemba Raya No 10 Jakarta (27/11) dalam pertemuan pimpinan gereja dan lembaga pelayanan dalam pembangunan desa tertinggal di 12 wilayah di Indonesia yang dihadiri lebih dari 70 orang peserta.
Wamendes menjelaskan bahwa selama periode 2014-2019, sebanyak Rp. 257 Triliyun sudah dikucurkan ke desa dan ke depan akan ditingkatkan menjadi Rp. 500 triliyun dana desa. Selama 5 tahun, banyak output yang sudah dicapai misalnya infrastruktur yang semakin membaik seperti jalan desa, jembatan dan fasilitas publik lainnya.
Oleh sebab itu, fokus program 5 (lima) tahun ke depan adalah peningkatan SDM unggul dan ekonomi rakyat. Disadari masih banyak persoalan yang ditemukan di desa seperti angka stunting yang masih berada pada angka 27 persen pada tahun 2019, fasilitas internet yang belum menjangkau 13.577 desa, Badan Usaha Milik Desa yang belum dikelola dengan baik dan petani yang masih product oriented.
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam ceramahnya mengatakan bahwa gereja juga perlu mengukur seberapa jauh output dan dampak program-program yang dilakukan. Banyak program yang sudah dilakukan oleh gereja, namun masih kurang kesadaran kolaboratif antar gereja/lembaga pelayanan gereja untuk melaksanakannya.
Sekum PGI mengingatkan bahwa Yesus merupakan teladan dalam melayani sesama dimana tugasNya selama di dunia adalah berkhotbah, mengajar, mengobati dan memberi makan. Semua itu dilakukan oleh karena tergeraklah hatiNya oleh belas kasih dan melayani semua umat tanpa melihat perbedaan. Hal ini dapat dilihat ketika Yesus memberi makan 5000 orang dan cerita Orang Samaria yang baik hati.
Dalam melaksanakan program, Gomar Gultom juga mengingatkan gereja agar tidak hanya mengobati symptom yang kelihatan tetapi harus jelas akar masalahnya sehingga diperlukan analisa sosial sebelum melakukan intervensi program.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang diinisasi Transformation Connection Indonesia (TCI), Yayasan Sumber Sejahtera (YASUMA) serta Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dengan mengundang pimpinan gereja, pelayan pembangunan desa dari berbagai Yayasan, pengusaha dan warga gereja yang memiliki kepedulian terhadap pelayanan di desa.
Kegiatan dibuka dengan doa, pengantar dari Pdt. Iman Santoso yang menjelaskan latar bekalang kegiatan serta diskusi dipandu oleh Pdt. Junifrius Gultom.
Pewarta: Irma Riana Simanjuntak