
JAKARTA,PGI.OR.ID-Indonesia adalah salah satu negara pengirim terbesar pekerja migran keluar negeri. Malaysia adalah tujuan utama bagi pekerja migran dari Indonesia, diikuti oleh Arab Saudi, Negara-negara Timur Tengah seperti UEA, Kuwait, Qatar, Yordania, dan Suriah.
Pekerja migran rentan menjadi korban perdagangan orang, khususnya yang berangkat dengan cara-cara non-prosedural. Akan tetapi, bukan berarti pekerja migran yang berangkat secara legal akan terbebas dari segala permasalahan. Perdagangan manusia di Indonesia juga menyumbangkan jumlah korban yang banyak berasal dari daerah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
Migrant Care menyebutkan bahwa pada tahun 2017 Malaysia memegang angka tertinggi sebagai pelaku perdagangan untuk korban Indonesia, pada statistik 93,2% eksploitasi pekerja dan 89,7% eksploitasi seksual, diikuti Arab Saudi pada angka 2,4% eksploitasi pekerja. Secara keseluruhan, diestimasikan 2,6 juta pekerja migran Indonesia dipekerjakan di industri Malaysia untuk bekerja di domestik, industri seks, industri pertambangan, pertanian, dan perikanan. Lebih dari setengah industri Malaysia diisi oleh pekerja migran Indonesia. Situasi yang sama berlaku di Timur Tengah, hampir mencapai 1,5 juta pekerja migran Indonesia dengan mayoritas pekerja domestik mengalami eksploitasi di lingkungan kerja yang buruk.

Selanjutnya korban perdagangan orang bukan hanya mengalami penyiksaan tetapi banyak yang berujung pada kematian. Kurang lebih sepuluh tahun terakhir korban perdagangan orrang yang berujung pada kematian sangat tinggi di salah satu provinsi Indonesia, yaitu di NTT. Tabel di bawah ini adalah data kematian pekerja migran yang meningkat sejak 2011-2018.
Sebagai bentuk keprihatinan dan solidaritas, Biro Perempuan dan Anak PGI melaksanakan Vigil Lintas Iman Pekerja Migran dan Korban Perdagangan Orang (TTPO), di plataan parkir Grha Oikoumene, Jakarta, Rabu (2/5). Pada kesempatan ini dilakukan doa lintas iman dan penyalaan lilin.
“Melalui doa ini, kita bersama-sama menyatukan hati tidak hanya bagi para korban, tetapi juga bersama mereka yang terus memperjuangkan hak hidup setiap manusia. Dan kita juga diingatkan untuk berjaga-jaga, makna dari vigil itu sendiri, tetap siuman dan memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan yang terjadi dimana-mana, secara khusus bagi korban trafficking maupun korban kekerasan lainnya,” tegas Wasekum PGI Pdt. Krise Anki Rotti-Gosal saat membuka kegiatan.

Vigil Lintas Iman Pekerja Migran dan Korban Perdagangan Orang (TTPO) diikuti sekitar 50 orang yang merupakan perwakilan dari sejumlah lembaga, diantaranya Kabar Bumi, Migrant Care, Muslimat NU, Fatayat NU, Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Komisi Perempuan Katholik, Perempuan Khonghucu Indonesia (PERKHIN MATAKIN), Wanita Budhis Indonesia (WBI), Komunitas Baha’i Indonesia, Aktifis Perempuan Sikh, Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan Konferensi Waligereja Indonesia (SGPP KWI), Komnas Perempuan, Perempuan Berpendidikan Teologi(PERUATI), dan Pokja Anak & Pokja Perempuan BPA PGI.
Be the first to comment