
JAKARTA,PGI.OR.ID-Lahirnya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) direspon positif oleh kalangan masyarakat sipil yang concern terhadap situasi kebangsaan yang makin memprihatinkan belakangan ini.
Namun demikian, harapan pada lembaga ini bukan sekadar tuntutan. Sebab itu 19 lembaga masyarakat sipil menginisiasi kegiatan dialog publik bertema UKP PIP Mendengar: Bergerak dan Bertindak Membangun Habitus Pancasila, di Lantai 5 Grha Oikoumene, Jakarta, Rabu (21/6).

Kegiatan yang didahului dengan Focus Group Discusion (FGD) ini, sebagai bentuk kepedulian dan peran partisipasi aktif masyarakat untuk mendorong UKP PIP bisa menjalankan fungsi dan tugasnya seoptimal mungkin dengan cara-cara yang partisipatif dan bersinergi dengan masyarakat sehingga bisa berjalan efektif dan efisien.
Dalam FGD, masukan-masukan dari berbagai kegiatan bertemakan Pancasila yang pernah diadakan sebelumnya oleh sejumlah lembaga, dijadikan rekomendasi dan kemudian diserahkan kepada Kepala UKP PIP Dr Yudi Latif dan Dewan Pengarah UKP PIP Pdt. Dr. A.A. Yewangoe.
Adapun rekomendasi yang disampaikan yaitu agar UKP PIP menjadi clearing house, pacemaker (menjaga momentum), sebagai watch dog (anjing penjaga) bagi perwujudan idologi Pancasila, dan bermitra dengan masyarakat sipil Indonesia untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila.

Merespon rekomendasi tersebut Yudi Latif mengungkapkan, Pancasila digali dari nilai-nilai di bumi Indonesia, dan dia sependapat bahwa berbagai masukan harus kembali kepada komunitas. Dan ditegaskan bahwa Pancasila dibangun dengan modal kepercayaan para pendiri bangsa dan negara yang sejak awal sudah mencerminkan keberagaman Indonesia.
Selama ini, lanjut Yudi, kita tidak melihat apa nilai penting dari Pancasila, tetapi ketika mengalami krisis berbagai kalangan mulai ada kesadaran bahwa Pancasila memiliki arti penting. “Orang-orang yang selama ini tidak menghargai Pancasila sekarang mereka pun menghargai Pancasila, jadi ada hikmahnya. Bahkan kalangan-kalangan agama pun mereka resah juga karena kalau sampai ada otoritas lain yang mengganggu mainstrim agama-agama, itu juga bisa menimbulkan masalah yang sangat serius karena kita akan mengalami kritis otoritas pada bangsa ini,” katanya.

Tentang peran sebagai watch dog, Yudie sepakat, karena menurutnya pada masa lalu Pancasila digunakan sebagai alat monitoring negara terhadap rakyat sehingga dianggap yang kurang pancasilais. Padahal justru yang terjadi adalah para penyelenggaran negara. Sebab itu UKP PIP akan membuat semacam ukuran atau indikator apakah pelaksanaan pembangunan, pembentukan peraturan perundang-undangan, bahkan perda-perda sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Sementara itu, Yewangoe menegaskan bahwa respons masyarakat terhadap UKP PIP ini menunjukkan bahwa masyarakat kita haus akan nilai-nilai Pancasila yang hidup di masyarakat. Pancasila harus hidup di masyarakat.
Sebab itu, UKP PIP tidak boleh terjebak lagi dalam gaya P4 pada masa lalu yaitu indoktrinatif, doktriner, formalistik, top down, dan menjadi alat kekuasaan.

Ditambahkan Yewangoe, sangatlah perlu menciptakan suasana Pancasila di setiap komunitas, termasuk komunitas agama. Karena disitulah merupakan titik berangkat, bukan dari atas ke bawah, tetapi komunitas itu sendiri. Dan suasana Pancasila harus diciptakan sejak Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang disampaikan dalam bentuk permainan.
Adapun kesembilanbelas lembaga yang menginisiasi kegiatan ini yaitu PB Nahdlatul Ulama, Maarif Institute, PGI, KWI, Parisada Hindu Dharma, HIKMAHBUDHI, Matakin, AKUR Sunda Wiwitan, ANBTI, ICRP, JKLPK, Dian Interfidei, Forum Stovia, FMKI, PIKI, SEJUK, IPPNU, Perkumpulan Amerta, dan JII.