Tunda Pengesahan: Cegah Negara Mengabaikan Prinsip-Prinsip HAM Perempuan dan Perlindungan Kelompok Rentan

Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Demokrasi menggelar aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/9/2019). Aksi tersebut sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan tahap I Revisi Undang-undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Foto: Antara/Rivan Awal Lingga)

JAKARTA,PGI.OR.ID-Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam pernyataan sikapnya yang dikeluarkan pada 20 September 2019, meminta agar RUU KUHP ditunda pengesahannya, karena berdasarkan kajian lembaga tersebut terdapat sejumlah pasal yang berpotensi mengkriminalkan perempuan, kelompok rentan, dan mengebiri demokrasi.

Diantaranya, Pasal 2 ayat (1) dan (2) tentang Hukum yang Hidup di Masyarakat. Tidak adanya batasan yang jelas tentang hukum yang hidup dalam masyarakat di tengah beragamnya hukum yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan di masyarakat, mengakibatkan ketentuan ini menghilangkan jaminan kepastian hukum sebagai prinsip utama hukum pidana, dan melanggar asas legalitas.

“Rumusan pasal ini akan meningkatkan potensi kesewenangan dalam penegakannya, menyuburkan overkriminalisasi bagi kelompok rentan, dan menjadi pembenar diproduksinya kebijakan daerah yang diskriminatif. Kehadiran pasal ini juga akan memperburuk praktik-praktik diskriminatif terhadap perempuan  yang selama ini yang sudah berlangsung di masyarakat,” demikian pernyataan sikap tersebut.

Demikian halnya pasal Pasal 467 tentang Larangan seorang Ibu melakukan perampasan nyawa terhadap anak yang baru dilahirkan (Infantisida). Rumusan pasal ini diskriminatif terhadap perempuan karena mengasumsikan hanya ibu yang takut kelahiran anak diketahui oleh orang (dalam konteks kelahiran anak di luar nikah). Padahal fakta di masyarakat laki-laki yang menyebabkan kehamilan juga mengalami ketakutan. Karena asumsi yang diskriminatif tersebut potensi terbesar untuk dikriminalkan dalam pasal ini adalah perempuan.

Komnas Perempuan menegaskan, perlunya membuka ruang dialog publik yang komprehensif dan kondusif sebelum melangsungkan rapat paripurna, mengingat RUU KUHP ditujukan untuk memberi manfaat bagi amsyrakat, bukan menimbulkan permasalahan baru termasuk overkriminalisasi dan peminggiran kelompok rentan.

Selain menunda pengesahan, dan mengadakan penelitian lebih komprehensif pada setiap pasal yang berpotensi mengkriminalkan perempuan, kelompok rentan dan mengebiri demokrasi. Dan, membuka ruang dialog publik yang komprehensif dan kondusif sebelum melangsungkan rapat paripurna, mengingat RUU KUHP ditujukan untuk memberi manfaat bagi masyarakat, bukan menimbulkan permasalahan baru termasuk overkriminalisasi dan peminggiran kelompok rentan;

Komnas Perempuan juga memastikan tujuan pengaturan hukum pidana memberikan kesejahteraan dan pelindungan pada seluruh rakyat Indonesia terutama perempuan dan kelompok rentan lainnya, serta mendengarkan masukan-masukan prinsipil dari lembaga HAM dan melakukan perbaikan-perbaikan pada draft RUU KUHP sebagaimana yang disarankan.

“Mengabaikan masukan berdasarkan prinsip-prinsip HAM, adalah bentuk miscarriage of justice (gugurnya keadilan) dan berpotensi menempatkan negara secara aktif melakukan pelanggaran HAM (by comission) melalui peraturan perundang-undangan,” tegas Komnas Perempuan.

 

Pewarta: Markus Saragih