
Lembaga swadaya masyarakat yang menyoroti kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), Imparsial, mendukung rencana presiden terpilih Joko Widodo untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang hak asasi manusia, khususnya membentuk pengadilan HAM ad hoc.
Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengatakan pembentukan pengadilan ini sangat penting untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat.
“Ada tujuh kasus yang sudah diselidiki Komnas HAM dan butuh perppu,” kata Poengky ketika dihubungi, Sabtu, 23 Agustus 2014.
Ketujuh kasus tersebut antara lain kasus seputar 1965; kasus penembakan misterius; kasus Talangsari; tragedi Trisakti-Semanggi I dan II; penculikan aktivis atau penghilangan paksa 1997-1998; dan kasus Wasior. “Yang paling matang kasus penghilangan paksa, terserah Jokowi mau yang mana untuk dilanjutkan,” katanya.
Tujuh kasus itu, kata Poengky, menyeret beberapa jenderal yang diduga terlibat. Di antaranya calon presiden yang juga mantan Komandan Jenderal Kopassus Prabowo Subianto terkait dengan kasus penghilangan paksa dan kerusuhan Mei.
Anggota koalisi partai pendukung Jokowi, mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Jenderal (Purnawirawan) Wiranto, juga diduga terlibat kasus kerusuhan Mei; dan anggota Dewan Penasihat Tim Transisi Jokowi yang juga mantan Kepala Badan Intelijen Nasional, A.M. Hendropriyono, diduga terlibat kasus Talangsari.
Poengky menyarankan agar Jokowi langsung membentuk pengadilan HAM dan tak perlu membentuk tim investigasi khusus. Soalnya, kewenangan penyidik ketujuh kasus tersebut ada di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
“Sudah diinvestigasi Komnas HAM. Sudah ada hasilnya, tinggal disidangkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla, Andi Widjajanto, mengatakan akan mengundang beberapa pegiat hak asasi manusia untuk membicarakan mengenai polemik pengangkatan Hendropriyono sebagai Dewan Penasihat Tim Transisi. Seusai pelantikan presiden terpilih, kata Andi, Jokowi akan segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang hak asasi manusia. Tujuannya untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc.
Sumber: ucanews.com
Be the first to comment