MAROKO,PGI.OR.ID-Delegasi dari ACT Alliance, Lutheran World Federation (LWF) dan World Council of Churches (WCC) di konferensi iklim PBB di Marrakesh, Maroko, 7-18 November, mereka secara bersama-bersama menuntut percepatan transisi menuju ekonomi rendah karbon berbasis pada energi bersih untuk membendung peningkatan temperatur dunia.
Organisasi yang berbasis keagamaan diwakili disesi ke-22 pada Conference of the Parties (COP 22) untuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Maroko sebagai bagian untuk advokasi lanjutan dan tindakan dalam perubahan iklim.
Pada saat pembukaan, ACT Alliance menyuarakan harapan pada pertemuan 2016 harus menjadi sebagai “tindakan COP” di mana “target yang ditetapkan perjanjian Paris harus dirinci agar garis besarnya diikuti dengan aturan yang jelas.”
“Pemerintah dapat menunjukkan komitmen mereka untuk mengatasi perubahan iklim dan kesepakatan yang dibuat pada KTT Paris agar segera dipenuhi. Namun, perjanjian hanya dengan garis besar tidak akan membuat perbedaan, selanjutnya agenda dalam COP 22 sangat penting untuk memastikan bagaimana sekarang implementasinya dimulai,” ucap Dinesh Vyas, Pemimpin ACT Alliance.
LWF, pada tahun 2015 membuat kebijakan untuk tidak berinvestasi dalam bahan bakar fosil, dalam konfrensi iklim PBB yang diwakili oleh delegasi pemudanya, dengan anggota dari regional Afrika yang berpartisipasi di Marrakesh. Dalam negoisasi iklim, LWF menganjurkan keadilan antargenerasi dan solidaritas dengan mereka yang rentan terhadap dampak dari peristwa perubahan cuaca yang ekstrim.
Sekjen LWF, Rev. Dr Martin Junge mengatakan: “Pada pertemuan Katholik-Lutheran saat peringatan Hari Reformasi, kami menyatakan bahwa layanan bersama kita di dunia harus mencakup ciptaan Tuhan, yang mengalami penderitaan ekspolitasi dan efek khusus yang serakah. Kita harus bergerak untuk melakuan perubahan dalam hati dan pikiran yang dipimpinsebagai bentuk tanggung jawab kepedulian terhadap ciptaan Tuhan.”
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok oikoumene telah sangat terlibat dalam advokasi dan tindakan terhadap perubahan iklim dan mengambil bagian dalam setiap konferensi. WCC dan kelompok terkait memiliki posisi moral yang kuat dari industri bahan bakar fosil yag menghasilkan emisi penyebab perubahan iklim.
Umat beragama seharusnya datang bersama dan bekerja bersama dalam keadilan iklim, dan ini yang dibutuhkan sekarang dari sebelumnya, sekjen WCC mengatakan. “Saya telah bertemu dengan pengungsi selama kunjungan ke Selandia Baru dan Ausralia baru-baru ini, kita tidak berbicara mengenai besok, ini adalah situasi saat ini, dan sudah waktunya untuk mengambil tindakan sekarang. Perubahan iklim dan mempengaruhi seluruh ciptaan, terkhususnya yang rentan, miskin, dan masyarakat adat merupkan perhatian paling penting bagi semua orang beragama di seluruh dunia.”
“Sekarang ini peningkatan dampak ketegangan sosial dan politik, ketakutan, konflik dan perpindahan di dunia dibatasi, pekerjaan kita adalah membawa keadilan dan perdamaian untuk kesejahteraan sosial dan ekologi yang menjadi lebih baik dan pembangunan berkelanjutan bagi semuanya,” ucap Tveit.
Selama perjalanan menuju Marrakesh, tiga sekretaris umum menandatangani COP22 Interfaith Climate Statement bersama dengan 220 pemimpin agama yang lain. Presiden COP22, Menteri Luar Negeri Maroko Salaheddine Mezouar telah diundang untuk menerima pernyataan di sebuah acara yang diselengarakan oleh ACT, LWF, dan WCC pada 10 November. (Jonathan Simatupang. Sumber: CCA News)