Tokoh Lintas Iman: Pulihkan dan Penuhi Hak-hak Warga Eks Gafatar!

Penuhi dan pulihkan hak-hak warga eks Gafatar

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sekitar 7000 warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) , termasuk perempuan dan anak-anak, hidup dalam penderitaan dan ketakutan lantaran hak-hak mereka sebagai warga negara diabaikan. Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan kondisi ini tentunya sangatlah melukai keadilan.

Menyikapi kondisi tersebut sejumlah tokoh lintas iman dalam jumpa pers yang berlangsung di Kantor PP. Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya No. 62 Jakarta, Rabu (15/6), mengingatkan pemerintah agar memulihkan dan memenuhi hak-hak warga eks Gafatar.

Menurut Wakil Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Virgo Sulianto Gohardi, negara masih abai dalam melindungi hak-hak warga eks Gafatar, terutama anak-anak dan perempuan, dan pendekatan yang dilakukan pemerintah masih bersifat parsial dan tidak komprehensif. Padahal dalam kondisi apapun  adalah tugas negara untuk memberikan perlindungan kepada warganya.

“Ada sejumlah hak-hak yang tidak dipenuhi pemerintah seperti rasa aman, hak akan pendidikan dan hidup yang layak. Ini menjadi pertanyaan bagaimana sebenarnya kerja pemerintah. Dari sisi kemanusian dan tanggung jawab pemerintah harus memenuhi hak-hak tersebut,” katanya.

Sementara itu, Romo Siswantoko dari Komisi Justice and Peace KWI menegaskan, sebagai warga negara, maka warga eks Gafatar juga punya hak yang sama. Mereka (warga eks Gafatar, red) adalah korban dari kekerasan, diskriminasi, dan pembiaran. Sebab itu harus ditolong.

“Berdasarkan hal ini, kami berharap agar pemerintah sungguh-sungguh hadir dan berani untuk melindungi, sebab siapa lagi kalau bukan pemerintah karena ini adalah tugasnya. Selain itu mengingatkan agar masyarakat tidak menjadi hakim dan pemberi stigma,” ujar Romo Siswantoko.

Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Alissa Wahid melihat, menciptakan harmoni tapi mengabaikan hak-hak seperti yang dilakukan oleh pemerintah, tidak hanya kepada warga eks Gafatar, tetapi juga terhadap warga Ahmaddiyah harus dihentikan. Pemerintah harus mengambil posisi yang jelas dan tegas.

“Perlu pendekatan yang lebih komprehensif mereka terusir dari kampung halamannya, seperti warga Ahmaddiyah yang masih mengungsi di Transito mereka juga mengalami nasib yang sama. Jika terus dibiarkan ini akan sangat berbahaya,” tegasnya.

Selain itu, peran masyarakat sangat penting dalam menghapus stigma dan mendorong pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga eks Gafatar.

Mewakili Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt. Henrek Lokra menegaskan bahwa negara tidak boleh berteologi dalam menyelesaikan masalah eks Gafatar. “Seolah-olah pemerintah tidak bisa melindungi, jangan-jangan punya bangunan teologi sendiri, seharusnya negara keluar. Negara jangan berteologi karena nanti tafsirnya akan beda,” jelas Pdt. Henrek.

Dia menambahkan, hak politik dari anggota kelompok tersebut masih ada tetapi untuk identitas malah tidak ada. Hal tersebut dikatakannya akan menyulitkan jika suatu waktu mendapat bantuan dari negara.