YOGYAKARTA,PGI.OR.ID-Sebanyak 12 tokoh lintas agama yang menggelar pertemuan di Yogyakarta menegaskan, situasi Indonesia saat ini dalam kondisi memprihatinkan karena intoleransi, radikalisme, dan teror meningkat selama tiga tahun terakhir.
“Ini belum pernah terjadi dalam sejarah panjang bangsa Indonesia,” kata Quraish Shihab, seorang ulama, melalui rekaman video pernyataannya untuk Seruan Sesepuh Bangsa yang diputar Alissa Wahid, penyelenggara acara, Jumat (26/5).
Meski demikian, Quraish mengaku bersyukur karena kondisi Indonesia belum separah negara-negara di Timur Tengah.
Dia berharap pemerintah lebih tegas dalam menyikapi situasi Indonesia dan meminta para ulama tidak terlibat dalam politik praktis. “Ini seperti api dalam sekam, kita harus tetap satu dalam kedamaian dan satu dalam kebhinekaan,” tuturnya.
Tokoh sepuh dari Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, sependapat dengan pernyataan Quraish. Dia meminta masyarakat untuk tidak menyerah dan tak pesimis. “Kita harus bersuara kepada siapa saja yang mencintai bangsa ini bahwa kita tidak boleh berada dalam kondisi yang tidak menentu seperti sekarang ini,” ujarnya.
Saat ini, tambahnya, beberapa kelompok masyarakat yang merasa dirinya benar justru dengan lantang menentang kebhinekaan. “Ini semua karena pembiaran terhadap kelompok-kelompok yang berpikir radikal dan bertindak radikal diiringi kurangnya wawasan kebangsaan,” ujar Engkus Rusmana yang mewakili umat penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan, budayawan Mohamad Sobary melihat pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang tenteram, damai dan suka tolong menolong. “Setiap orang bukan ancaman bagi orang lain, setiap kelompok juga bukan ancaman bagi kelompok lainnya,” katanya.
Munculnya kondisi intoleran dan diikuti dengan tindakan radikal seperti saat ini tidak terlepas dari doktrin agama yang tidak diimbangi dengan teks yang mengakui tentang keberagaman. “Di sinilah kita berharap pemerintah bertindak tegas,” ujar Abdul Munir Mulkhan, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Pernyataan itu dikeluarkan usai mengadakan pertemuan tertutup selama 3 jam. Mereka antara lain Buya Syafii Maarif, Shinta Nuriyah Wahid, Kardinal Dharmaatmaja, Bhante Pannavaro, Pendeta Sae Nababan, Pendeta Gomar Gultom, Mohamad Sobary, Mochtar Pabotinggi, KH Imam Aziz, Engkus Rusmana, dan Budi Santoso Tanuwibowo.
Lima Point Seruan
Pertemuan tertutup memunculkan lima poin seruan sesepuh bangsa untuk perdamaian Indonesia, yang dibacakan Abdul Munir usai penyampaian pernyataan para tokoh. Kelima poin itu, pertama, semua elemen bangsa khususnya pemerintah harus melakukan penyadaran bagi semua pihak tentang pentingnya persatuan Indonesia yang bhinneka dan mendudukkan Pancasila sebagai kepribadian bangsa dan negara.
Kedua, pemerintah diminta untuk bersikap tegas dan bijaksana dalam menanggapi situasi yang menjurus pada keretakan persatuan dan segera bertindak mengutamakan keselamatan bangsa dan negara. Ketiga, pemerintah harus memiliki sikap dan bahasa yang sama dalam menghadapi berbagai tantangan hidup berbangsa dan bernegara.
Keempat, pendidikan politik dan sejarah kebangsaan perlu dikuatkan kembali, baik bagi politisi maupun semua elemen bangsa, demi keselamatan dan masa depan bangsa. Kelima, perlu dibangun persaudaraan sejati dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab demi terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan kepada semua makhluk ciptaan Tuhan, bahkan semua agama mewajibkan penerimaan dan penghormatan bagi orang lain.