Tokoh Lintas Agama Dukung KPK Usut Kasus Rekening Gendut Komjen Budi Gunawan

PGI – Jakarta. Sejumlah tokoh lintas agama mendatangi KPK, Senin (19/1/2015). Mereka memberikan dukungan agar lembaga antikorupsi itu dapat mengusut tuntas kasus rekening gendut yang menjerat Kepala Lemdikpol Polri Komjen Budi Gunawan.

“Kami dari tokoh lintas agama, ke sini untuk memberikan dukungan moril kepada KPK dalam menjalankan misi suci baik dalam penindakan maupun pencegahan korupsi,” ujar Malik Madani, Khatib Aam PBNU, dalam konferensi pers di kantor KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Senin (19/1/2015).

Selain Malik, beberapa tokoh lintas agama yang data‎ng bertemu pimpinan KPK yaitu Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pdt. Dr. Henriette Lebang, Sekretaris Eksekutif Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Edi Purwanto, Suhadi dari Walubi dan Yanto Jaya dari Parisada Hindu Dharma Indonesia. Mereka ditemui tiga pimpinan KPK yakni Ketua KPK Abraham Samad serta dua wakil Bambang Widjojanto dan Adnan Pandu Praja.

Pada kesempatan itu, Pdt. Dr. Henriette Lebang mengatakan bahwa pejabat publik seharusnya bersih. “Pejabat publik seharusnya bersih dan kami perlu dukung pemerintah dalam upaya mengajukan calon pejabat publik yang semestinya dikonsultasikan dulu ke KPK sebelum menjabat, sehingga rakyat yakin pemimpin yang dipilih benar-benar mau membangun bangsa,” katanya.

Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.

KPK menyangkakan Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. (ms)