Para tokoh agama meminta masyarakat tidak mudah tersulut konflik dalam menyikapi situasi pasca Pilpres pada 9 Juli lalu, dimana saat ini dua kandidat presiden – Joko Widodo dan Prabowo Subianto – sama-sama mengklaim menjadi pemenang berdasarkan hasil hitung cepat.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (10/7), para tokoh yang mewakili Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu mengajak masyarakat tetap menjaga nilai-nilai demokrasi.
Lewat pernyataan bersama yang dibacakan Pendeta Andreas A. Yewangoe, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), mereka meminta semua pihak “mengedepankan sikap kenegarawanan, berjiwa kesatria, mematuhi apapun hasil pilpres, siap menang dan siap kalah, mengendalikan diri dari sikap melampaui batas dan euforia berlebihan yang dapat menimbulkan pertentangan antarkelompok”.
Mereka juga meminta penyelenggara pemilu, berlaku jujur, adil, bertanggung jawab, profesional, transparan serta mengindari segala kecurangan.
Sementara kepada media massa, mereka minta agar tidak memperkeruh suasana dan berusaha menciptakan situasi kondusif dengan mengedepankan peran dan fungsi media sebagai sarana pendidikan, pencerdasan dan persatuan.
Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah – organisasi Islam terbesar kedua – mengatakan, jangan sampai Pilpres menciptakan ketidakdamaian.
“Pilpres adalah cara beradab untuk wujudkan keadaban politik. Maka jangan Pilpres menciptakan perilaku-perilaku biadab, demokrasi jadi anarkistis”, katanya.
Masyarakat Indonesia memang mengalami kebingungan pasca pencoblosan pada Rabu (9/7), berhubung kedua kandidat bersikukuh mengaku sebagai pemenang, hal yang dianggap bisa memicu konflik jika tidak disikapi dengan bijak.
Jokowi mengklaim menang dengan mengacu pada hasil hitung cepat 7 lembaga yang selama ini dianggap kredibel. Sementara itu Prabowo juga bersikukuh menang dengan mengacu pada hitung cepat 4 lembaga, meski para ahli mengklaim, kredibilitas lembaga survei tersebut diragukan, dilihat dari independensi dan rekam jejak mereka.
Menyikapi perbedaan hasil survei ini, Pastor Frans Magnis Suseno SJ, Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta mengatakan kepada ucanews.com, publik sebaiknya menunggu hasil resmi dari perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Juli mendatang.
Meski tidak menampik landasan ilmiah kajian hitung cepat, namun, kata dia, agar masyarakat tidak bingung menyikapi klaim kedua belah pihak, menanti hasil KPU adalah jalan terbaik.
“Kalau tidak, maka nanti potensi permusuhan dan aksi anarkis di antara para pendukung masing-masing kandidat akan menguat.”
Yang penting, kata dia, proses perhitungan yang dilakukan KPU harus bebas dari kecurangan dan manipulasi.
Desakan untuk menjaga situasi kondusif pasca Pilpres sebelumnya juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu.
Haris Azhar, anggota koalisi mengatakan, para kandidat harus merasa bertanggung jawab menjaga para pendukung mereka agar tidak bertindak anarkis.
Ia juga mengaku sepakat dengan upaya Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi) yang sebelumnya berniat mengaudit hasil kajian lembaga survei, menanggapi munculnya tudingan manipulasi yang dilakukan beberapa lembaga survei.
“Ini untuk menjawab kebingunan publik. Kalau dibiarkan ini bisa berpotensi menimbulkan konflik horisontal”, katanya.
Sementara itu, pihak kepolisian memastikan selalu siaga jika terjadi konflik antarpendukung dua kandidat.
Ronny Sompie, Kepala Divisi Humas Mabes Polri mengatakan kepada ucanews.com, kepolisian menyiapkan 254.000 personel ditambah 23.000 TNI yang hingga sekarang masih siaga di berbagai tempat untuk mengantisipasi terjadinya aksi anarkistis seusai hasil hitung cepat yang dirilis berbagai lembaga survei.
“Kami siaga saja. Personel akan terus bekerja hingga penetapan presiden dan wakilnya oleh KPU”, jelasnya.
Ronny mengatakan, Polri juga menyiapkan pengamanan di 40 titik di sekitar tempat pemungutan suara dan tempat-tempat rawan konflik di Jakarta, dimana masing-masing titik terdiri atas 400 personel Brimob.
Pemerintah sebelumnya mengajak masyarakat untuk menyikapi denga bijak hasil hitung cepat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, para pemimpin dan elit politik perlu menghormati kedaulatan rakyat dan menghormati kebebasan rakyat untuk memilih pemimpinnya.
“Saya juga menyerukan dan mengharpkan kepada kedua pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden agar bisa menerima hasil Pilpres ini dengan baik,” tegas Kepala Negara.
Bagi yang tidak terpilih, kata dia, bisa menerima hasil ini dengan baik, dengan ikhlas. (ucanews.com)
Be the first to comment