Tindak Tegas Panti Asuhan Nakal

JAKARTA,PGI.OR.ID-Momentum peringatan Hari Anak Nasional (HAN) diharapkan memperkuat upaya pemerintah dan segenap pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan perlindungan anak di Tanah Air.

Hal tersebut sepatutnya juga meliputi upaya menindak panti asuhan nakal. Pasalnya, tidak sedikit panti asuhan yang  tidak memenuhi standar pelayanan dan justru menelantarkan dan mengeksploitasi anak.

“Masih banyak yang belum memenuhi (standar pelayanan anak),” kata Koordinator Bidang Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB) Beny Lumi usai sebuah diskusi terkait peringatan HAN 2018 di Jakarta, Senin (23/7).

Beny menjelaskan, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak selama ini tak jarang terjadi di panti asuhan. Padahal, menurut Kementerian Sosial (Kemensos), sebuah panti sosial asuhan anak harus memberikan bimbingan dan pelayanan bagi anak yatim, piatu, dan yatim piatu yang kurang mampu, serta telantar agar potensi dan kapasitas belajarnya pulih kembali dan dapat berkembang secara wajar.

JPAB mencatat, baru sekitar 1.000 dari 6.000 panti memenuhi akreditasi Kemensos. Menurut Beny, panti asuhan akan melibatkan anak dalam kegiatan panti jika sudah memahami Konvensi Hak Anak (KHA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak. Panti asuhan juga harus memenuhi semua hak anak, termasuk pemberian makan dan tempat tidur yang layak.

Namun, Beny menilai, sejumlah panti belum menerapkan hal tersebut. Keterbatasan anggaran kerap dijadikan alasan utama. “Prinsipnya, jangan membuat panti kalau tidak mau terbebani kewajiban pemenuhan hak anak,” katanya.

Beny menegaskan, pemerintah juga diharapkan memperketat pengawasan terkait pendirian panti asuhan. Sebab, terdapat beberapa panti melakukan pengasuhan anak tanpa melaporkan keberadaannya ke Kemensos.

Dia mengakui, Kemensos sudah membuat standar pelayanan yang harus dipenuhi panti. Namun, pemerintah perlu mendorong semua panti memenuhi standar yang ditetapkan. “Panti (asuhan) yang tidak memenuhi standar perlu dicabut izinnya, tetapi sanksi ini sulit diterapkan karena dinas sosial di sejumlah daerah belum mampu melakukan penegakan hukum,” kata Beny.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mengatakan, revitalisasi panti asuhan perlu dilakukan. Selain memastikan pengasuhan yang diberikan sesuai, revitalisasi juga untuk menekankan peran panti.

Rita menegaskan, pemerintah harus mengembalikan panti sebagai pilihan alternatif terakhir proses pengasuhan. Menurut dia, perspektif  ini tidak dipahami para pengelola. “Pengelola seolah-olah ingin menjaga anak. Mereka justru sering mengambil anak-anak dari keluarga agar pantinya hidup,” katanya.

Rita menjelaskan, panti sejatinya berperan sebagai lembaga penghubung anak-anak ke keluarga asuh (foster care). Namun, panti justru mengeksploitasi anak agar mendapat bantuan masyarakat. “Sebagian besar panti milik masyarakat. Problemnya fasilitas tidak sesuai dan perbandingan pengasuh dengan yang diasuh.”

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos Nahar berujar, Kemensos mencatat jumlah panti asuhan di Indonesia mencapai 5.824. Sedangkan,  panti asuhan yang terakreditasi 1.615.

Pemerintah, Nahar menyebut, siap menindak tegas panti yang melakukan pelanggaran terhadap hak anak. Panti asuhan yang melanggar bisa dievaluasi dan dicabut izin operasionalnya akan dievaluasi dan bahkan dapat dicabut. (harnas.com)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*