JAKARTA,PGI.OR.ID-Menyikapi Kampanye Global 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komnas Perempuan, UN Women dan Komnas HAM mengeluarkan pernyataan sikap bersama di Pusat Kebudayaan Amerika, Jakarta, Selasa (27/11).
Dalam pernyataan sikap bersama itu ditegaskan, pertama, perlunya segera mensahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Kasus yang mencuat di media nasional adalah tentang kekerasan seksual yang dialami oleh seorang mahasiswi di sebuah universitas, menunjukkan bahwa kekerasan seksual masih dianggap bukan pelanggaran berat di kalangan civitas akademik. Selanjutnya, kasus seorang ibu yang dikriminalkan melalui UU elektronika, akibat membela dirinya sendiri atas kekerasan seksual secara verbal yang dialaminya. Menunjukkan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual belum dipahami apalagi terjangkau oleh hukum.
Kedua, Komnas Perempuan mengkritisi lambatnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual dibahas DPR RI yang tidak kunjung dibahas dan disahkan di DPR sampai sekarang. Padahal regulasi terkait kekerasan seksual saat ini sangat minim, hanya berpegang pada KUHP. Hal ini menjadi tantangan bagi sejumlah kasus kekerasan seksual yang terus meningkat dilaporkan banyak korban perempuan.
Ketiga, adalah trend kekerasan terhadap perempuan berbasis cyber. Akhir tahun 2017 yang lalu, terdapat 65 kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya tercatat yang dilaporkan korban ke Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan. Bentuk kekerasan yang dilaporkan cukup beragam dan sebagian besar masih dilakukan oleh orang yang dekat dengan korban seperti pacar, mantan pacar, dan suami korban sendiri. Luasnya akses dalam ranah dunia maya juga memungkinkan adanya pihak lain yang menjadi pelaku kekerasan, seperti kolega, supir transportasi online, bahkan orang yang belum dikenal sebelumnya (anonim). Selain itu kejahatan cyber bukanlah bentuk kekerasan terhadap perempuan biasa, namun juga kejahatan transnasional yang membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah.
Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) pada awalnya merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Aktivitas ini sendiri pertamakali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership.
Lebih dari 3.700 organisasi dari sekitar 164 negara berpartisipasi dalam kampanye setiap tahun. UN Women sebagai bagian dari badan organisasi PBB kemudian mengadopsi kampanye tersebut. Dikatakan bahwa kampanye global ini diperlukan karena sudah terlalu lama masalah kekerasan terhadap perempuan menjadi impunitas, tidak terdengar dan mengalami stigma.
Situasi seperti ini mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan meningkat, UN Women mencantumkan bahwa satu dari tiga perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan berbasis gender.
Dalam beberapa tahun terakhir, menjadi perhatian seluruh dunia suara para penyintas dan aktivis, melalui kampanye seperti #MeToo, #TimesUp, #Niunamenos, #NotOneMore, #BalanceTonPorc dan lainnya, telah mencapai puncak yang tidak dapat dibungkam lagi. Di Indonesia pada dua tahun yang lalu kemudian dikenal dengan gerakan #GerakBersama untuk penghapusan kekerasan seksual.
Pewarta: Markus Saragih
Be the first to comment