Tergeraklah Hati-Nya Oleh Belas Kasihan

Sekretaris Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, M.Th., menggarisbawahi bahwa kalimat tersebut memiliki makna yang dalam. Setiap kali Yesus Kristus melayani orang banyak, Dia menolong dan menyembuhkan orang-orang yang menderita karena tergerak hati-Nya oleh belas kasihan. Hal ini diungkapkan oleh Sekum ketika bertanya kepada para peserta Konsultasi Nasional V Gereja dan AIDS: “Apakah kita (gereja) tergerak hati untuk menolong mereka yang terpapar HIV dan AIDS atau kita sebatas menjalankan program atau atas suatu perintah?”

Makna kalimat: “Tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan”, sangatlah dalam secara teologis. Makna itu juga menunjukkan keberpihakan kepada mereka yang lemah, tidak berdaya, dan tidak dianggap (mereka yang distigma dan didiskriminasi). Makna ini juga menjadi dasar kompetensi gereja dalam merangkul orang-orang yang terpapar HIV dan AIDS.

 Pdt. Gomar mengatakan bahwa dasar teologis yang dapat diacu untuk hal tersebut adalah Yeremia 29:7: “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” Kita diajak untuk tidak pasif dalam menghadapi realitas dan mengusahakan kesejahteraan di masyarakat, bukan kesejahteraan sendiri. Dalam hal ini, gereja harus mengorientasi diri kepada dunia dan perhatian gereja bukan semata-mata pada diri sendiri. Sebagaimana kita mengetahui bahwa Injil (Kabar Baik) harus bergerak keluar melewati batas-batas dan kehidupan serta membentuk sebuah gerakan ekumenis.

“Tugas dan tanggung jawab gereja adalah mengubah kondisi yang muram menjadi kondisi yang mendatangkan syalom. Jangan sampai kita membuat orang-orang yang terpapar HIV dan AIDS merasa lebih menderita karena stigma dan diskriminasi ketimbang HIV dan AIDS itu sendiri,” demikian kata Sekum PGI.

Sejauh ini, menurut Pdt. Gomar, respons gereja terhadap HIV dan AIDS cukup lama membisu, sempat melakukan stigma dan diskriminasi. Meskipun demikian, cukup banyak juga gereja tersadarkan oleh sikap membisu tersebut ketika menimpa diri sendiri.

Karena itu, Pdt. Gomar Gultom (pernah aktif di Komite AIDS PGI) menawarkan solusi untuk memecahkan kebisuan (breaking the silence) tersebut:

  • Menghilangkan stigma, diskriminasi, dan pengucilan.
  • Tidak sporadis dan temporary.
  • Perlu perencanaan yang baik.
  • Tidak ketergantungan kepada pihak luar (donor).

Hal-hal yang sudah disampaikan oleh Sekum PGI dalam Konas V ini adalah bentuk kompetensi gereja, sehingga gereja memang kompeten dalam menanggulangi masalah HIV dan AIDS.

Kegiatan Konsultasi Nasional V Gereja dan AIDS serta Indonesian Cheerful Kids ini berlangsung di Hotel Lembah Nyiur, Cipayung, Bogor (12-15 Oktober 2013). Tema Konas adalah: “Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang (Mzm. 145:9a)” dan subtema: “Menjadi Gereja yang Kompeten dalam Pencegahan dan Pengendalian HIV dan AIDS Tanpa Stigma dan Diskriminasi.”

Oleh: Boy Tonggor Siahaan