Tanamkan Nilai Toleransi, Wahid Institute Buat Papan Bermain untuk Anak Sekolah

Anda tentu kenal board game atau papan permainan seperti monopoli atau ular tangga kan? Saat ini Wahid Institute tengah menyiapan permainan seperti itu dengan judul “Living Bhinneka Tunggal Ika”.

Alamsyah M. Djafar dari Wahid Institute adalah orang yang menggawangi dibuatnya papan permainan ini. Menurut Alamsyah, ini dilatarbelakangi temuan Wahid Institute kalau radikalisme tumbuh di sekolah-sekolah umum. Selain itu, hampir 40 persen siswa dan guru di Jakarta mendukung ide-ide yang diusung kelompok garis keras.

“Dari temuan tersebut Wahid Institute jadi merasa berkepentingan untuk berkontribusi bagaimana memperkuat nilai  toleransi di sekolah,” jelas Alamsyah. “Dengan tumbuhnya nilai tersebut, diharapkan siswa-siswa jauh lebih terbuka lebih toleran dan dapat mendorong deradikalisasi di sekolah.”

Papan permainan ini rencananya akan diuji coba ke sekolah umum di Jabodetabek pada Oktober nanti. Sasaran utama papan permainan ini adalah siswa SMA berusia 15-17 tahun, meski tentu juga bisa dimainkan oleh kelompok usia lain.

Henny Supolo Sitepu dari Yayasan Cahaya Guru mengatakan gameyang akan dirancang dan disebarkan dengan menyasar pelajar tersebut diharapkan serius pada kampanye anti-kekerasan berlandaskan agama. Selain itu, menanamkan nilai-nilai “berbagi dalam perbedaan”.

Peserta diskusi lainnya dari Gerakan Mari Berbagi, Monitta Puteri Lisa Mary, berharap permainan yang dikembangkan tersebut juga mengenalkan nilai-nilai cinta tanah air disamping penghormatan pada keberagaman.

Konsep

Konsep permainan yang dipakai untuk membuat “Living Bhinneka Tunggal Ika” datang dari papan permainan bernama”Smakin Berdetak”. Papan permainan ini adalah buatan Philip Triana dengan penekanan pada nilai-nilai tenggang rasa dan karakter baik.

“Kami telah perkenalkan permainan ini ke berbagai kalangan mulai dari anak TK, kepala keluarga, lansia, bahkan kalangan buruh perempuan. Kami menilai dari uji coba tersebut berhasil memperkenalkan ide kasih sayang kepada mereka,” tambah Philip.

Cara bermainnya “Smakin Berdetak” ini seperti monopoli dan bisa dimainkan sampai 4 orang. Setiap orang diberi “modal” empat kartu hati yang berarti karakter positif, lantas mengocok dadu dan berjalan sebanyak angka yang tertera di dadu. Papan permainan sendiri terdiri atas 4 lingkaran dengan berbagai karakter di sana.

Kalau pemain berhenti di kotak karakter baik, maka dia mendapatkan tambahan kartu hati. Sementara kalau dia berhenti di kotak karakter buruk, maka pemain harus melepaskan kartunya. Dan kalau tiba di kotak kesempatan (di sini disebut sebagai “Minum Jus”), maka ada satu kartu yang harus diambil. Kartu itu berisi perintah seperti “Ceritakan pengalaman terbaikmu bersama orangtua” dan sebagainya.

Rencananya Wahid Institute akan membuat prototipe papan permainan “Living Bhinneka Tunggal Ika” sebanyak 800 buah. Biaya pembuatan satu papan permainan itu sendiri sekitar Rp 80 ribu.

Alamsyah berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa ikut mendorong pembuatan papan permainan ini.

Sumber: portalkbr.com, wahidinstitute.org

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*