Surat Pastoral PGI Mengenai LGBT Melalui Pergumulan dan Percakapan Intensif

Surat Pastoral PGI mengenai LGBT melalui pergumulan dan percapakan intensif

JAKARTA,PGI.OR.ID-Surat Pastoral Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengenai Lesbian, Gay, Biseksual, dan Trangender (LGBT) tidak lahir begitu saja, melainkan melalui pergumulan dan percakapan yang intensif dan panjang, bahkan sejak MPH PGI periode sebelumnya.

“Tetapi baru diputuskan oleh MPH-PGI sekarang ini dalam rapat pada 28 Mei 2016, rapat terakhir yang memutuskan naskah ini sudah final, dan sebetulnya naskah ini yang akan ditawarkan kepada gereja-gereja sebagai sebuah tawaran untuk berdialog dan berdiskusi tentang LGBT. Gereja-gereja bisa menyampaikan kritik dan lain-lain yang kemudian akan disampaikan dalam sidang MPL-PGI yang akan berlangsung pada Januari 2017 nanti,” jelas Jeirry Sumampow, Humas PGI dalam diskusi yang berlangsung di MHT Square, Jakarta, Jumat (24/6).

Para peserta diskusi
Para peserta diskusi

Dengan demikian, lanjut Jeirry, tidak ada upaya-upaya lain seperti yang dituduhkan kepada PGI bahwa naskah tersebut ditulis oleh orang di luar PGI. “Saya kira tuduhan itu terlalu picik karena dalam sejarah PGI hal itu tidak pernah terjadi. Ada banyak kajian yang dilakukan dan kalau pun ada orang luar hanya sekadar memberi masukan dalam diskusi,” tegasnya.

Selain itu, lahirnya surat pastoral tersebut tidak menyalahi mekanisme, melainkan sesuai dengan  Tata Dasar PGI bahwa dalam kurun waktu dari satu sidang MPL-PGI  ke sidang MPL-PGI berikutnya rapat MPH PGI memutuskan sesuatu itu sah sebelum dibatalkan dalam sidang MPL-PGI.

“Inilah mekanisme demokrasi yang ada di PGI, sama dengan surat pastoral PGI lainnya. Bukan baru kali ini PGI mengeluarkan surat pastoral dan dikrktik, atau dicacimaki oleh warga gereja. Tetapi kemudian itu dievaluasi dan disampaikan di sidang MPL- PGI. MPH-PGI akan sangat terbuka terhadap banyak masukan dan akan melakukan pencabutan kalau dalam sidang MPL-PGI nanti merekomendasi hal itu,” katanya.

Di bagian akhir penjelasannya, Jeirry menegaskan bahwa surat pastoral PGI mengenai LGBT bertitik tolak dari adanya ketidakadilan dan diskriminasi yang selama ini menimpa kaum LGBT. Ada banyak di antara mereka yang kemudian ke luar dari gereja, dan tidak jarang ada yang ingin melakukan bunuh diri.

“Kami mendapat banyak kesaksian dan masukan ada banyak dari mereka yang bunuh diri karena diasingkan oleh gereja, dan keluarga. Dan dalam pesan ini kita tidak bicara soal perilaku seksual melainkan tentang orientasi seksual, ini harus kita bedakan. PGI mengecam perilaku dan tindakan seksual yang menyimpang,” jelasnya.