Stop diskriminasi terhadap penderita kusta

Setiap 27 Januari, dunia memperingati hari kusta se-dunia. Soal diskriminasi kini masih menjadi masalah tersendiri. Padahal, penyakit ini bukanlah penyakit mematikan, bukan pula keturunan.

Diskriminasi terjadi, karena tampilan kusta terlihat menjijikkan. Tubuh orang dengan penyakit ini umumnya bengkak-bengkak, jari kaki dan tangan putus serta mata yang tidak bisa menutup. Yang terakhir bahkan bisa menyebabkan kebutaan.

Padahal,  Menurut Dokter Rita  Djupuri, kepala Sub Direktorat Pengendalian Kusta dan Frambusia, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, kusta bisa disembuhkan secara tuntas. Syaratnya, ada kerjasama banyak pihak atau orang-orang disekitarnya.

“Kusta itu selalu dikaitkan  dengan  stigma negatif dan diskriminasi. Akibatnya, orang yang menderita penyakit kusta malu keluar rumah, jadi mereka tidak mau berobat. Belum lagi kalau di sekolah, jika ada anak yang terkena kusta, maka ia tidak ditemani oleh teman-temanya,” jelas Rita.

Diskriminasi juga terjadi di dunia kerja. “Kalau di dunia kerja,  seringkali terjadi pengucilan dan tidak diterima bekerja. Sementara, kalau di lingkungan masyarakat sendiri, misalnya, ada orang yang berjualan kue. Awalnya kuenya laku, setelah banyak warga yang tau si penjual kena kusta, maka kuenya  jadi tidak laku, ” papar Rita.

Rita menjelaskan, penyakit kusta ada dua macam, kusta basah dan kusta kering. Kalau kusta kering, tandanya ada bercak -bercak berwarna putih seperti panu, tapi jumlahnya sedikit dan mati rasa. Jika terkena api atau tertusuk peniti, tidak berasa. Pemulihannya bisa dilakukan dengan minum obat secara rutin hingga 6 bulan.

Sedangkan, pada  kusta basah,  bercak-bercaknya tumbuh dalam jumlah yang banyak dan berwarna kemerahan, serta  ada penebalan. Pemulihannya lebih lama dari kusta kering, sampai 12 bulan dengan minum obat secara rutin.

“Kusta itu penyakit yang sukar menular. Jika ada 100 orang yang berdekatan dengan orang yang menderita  kusta, hanya 5 orang saja yang tertular, 3 orang diantaranya bisa sembuh dengan kekuatan imunitas dirinya sendiri. Hanya 2 orang saja yang memerlukan obat untuk penyembuhannya,” ujar Rita.

Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae. Itu sebab di beberapa tempat, penyakit ini disebut Lepra. Nah,  kuman ini ditularkan dari penderita kusta  yang belum meminum obat. Penularannya tidak melalui kulit tapi lewat pernafasan atau udara.

“Jadi, kita harus mendukung orang yang menderita penyakit ini agar  segera meminum obat supaya  tidak bisa menularkannya kepada orang lain. Selain itu, mulai dari kecil,  kondisi kulit seseorang harusnya sudah diperiksa, jika ditemukan bercak-bercak , segera diperiksa ke dokter,” Jelas Rita

Untuk pengobatan,  saat ini obat untuk kusta sudah disediakan  di puskesmas dan gratis. Berdasar data dari Kementerian Kesehatan dan WHO, sejak 2009 Indonesia menempati peringkat tertinggi ke 3 penderita kusta di dunia setelah India dan Brasil. (portalkbr.com)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*