PGI – Yogyakarta. Substansi Agama adalah kemampuan agama-agama dalam berdialog dengan realitas riil. Agama tidak boleh terjebak dalam dogma yang rigid (kaku) dan keras. Sebab jika demikian agama akan menjadi pembaku atas tafsir teks, doktrin, dan konsili yang tidak bergema dalam praksis sosial. Hal ini ditegaskan Sri Sultan Hamengkubuwono X saat memberikan sambutan dan ceramah kunci pada KGM PGI di Hotel Sahid Rich Yogya, Senin (12/5/2014).
Lebih lanjut Sultan dengan mengutip Harvey Cox menegaskan bahwa agama harus mengedepankan story (red: kisah narasi) dan bukan signal. Artinya agama memberi ruang bagi kisah-kisah kehidupan yang mengedepankan rasa, keleluasaan, dan penuh nuansa. Ia tidak sekedar simbol atau rambu-rambu yang akan menjadikannya menjadi agama dogmatik yang kering, karena agama signal adalah agama yang menjadi semacam “sacred canopy”.
Pdt. Dr. A. A. Yewangoe secara resmi membuka Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) PGI dengan pemukulan gong.
Konferensi Gereja dan Masyarakat (KGM) diadakan dalam rangka menghimpun pendapat dari para peserta untuk membantu perumusan sikap gereja-gereja di Indonesia bagi berbagai isu yang berkembang dan juga persoalan-persoalan yang muncul di Indonesia, khususnya sikap gereja berhubungan dengan pelaksanaan pemilu, proses demokratisasi, kemiskinan, ketidakadilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan.
KGM ini berlangsung dari 12-15 Mei 2014 di Yogyakarta dan dihadiri para pimpinan Sinode Gereja Anggota PGI, Pimpinan PGIW/SAG, Pimpinan Lembaga dan Mitra PGI, Tokoh-tokoh Kristiani, dan Perguruan Tinggi Kristen. Panitia pendukung dilaksanakan Sinode GPIB.
Editor: HeLo dan Boy TS
Be the first to comment