Dalam Khotbah di Pembukaan Sidang Raya XVI, Pdt Tuhoni Telaumbanua (Ephorus Banua Niha Keriso Protestan) menafsir Samudera Raya tidak hanya sebagai bencana alam, tetapi juga bencana buatan manusia.
Di pantai Siwalubanua II Gunungsitoli, Selasa (11/11) dalam ibadah, SR XVI PGI resmi dibuka oleh Pdt Andreas A. Yewangoe, Ketua Umum PGI. Acara akan berlangsung sampai Minggu (16/11) mendatang. Para peserta Sidang Raya akan menggumuli tema utama Sidang Raya kali ini, yakni “Tuhan Mengangkat Kita Dari Samudera Raya” (Mzm. 71:20b).
Selain dihadiri semua wakil Sinode gereja-gereja anggota PGI yang tersebar di seluruh nusantara, Majelis Pekerja Harian (MPH) dan mitra-mitra PGI, termasuk dari luar negeri, acara pembukaan juga dimeriahkan oleh kedatangan Wakil Presiden RI H. Muhammad Jusuf Kalla, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, maupun para pejabat lain dari Provinsi Sumatera Utara, kelima Kabupaten di pulau Nias, dan unsur-unsur pemerintah lainnya. Lebih dari 3.000 orang menghadiri acara pembukaan, termasuk koor massal yang berasal dari warga jemaat dari seluruh pelosok Nias, dan masyarakat sekitar di Gunungsitoli.
Dalam press release-nya, MPH-PGI merasa sangat bersyukur melihat antusiasme warga masyarakat itu. Mereka menekankan lima poin yang patut mendapat perhatian semua pihak.
Pertama, Tema SR XVI PGI 2014 diinspirasi oleh pengalaman tragis Nias 9 – 10 tahun lalu yang pernah dilanda gempa dan tsunami dahsyat. Tema “Tuhan Mengangkat Kita Dari Samudera Raya” (berdasarkan Mazmur 71:20b) itu merupakan pengakuan iman sekaligus ucapan syukur penyertaan Tuhan yang tak pernah meninggalkan umat-Nya.
Kedua, seperti dijelaskan dalam khotbah pembukaan oleh Pdt Telaumbanua, “Samudera Raya” (Ibrani: tehom) itu bukan hanya bencana alam, tetapi juga bencana buatan manusia yang kini justru makin berbahaya dan telah memakan jutaan korban.
Ketiga, karena itu, tema SR XVI PGI dijelaskan dalam subtemanya. PGI melihat ada empat persoalan krusial (tehom) yang masih akan memintal perjalanan masyarakat dan bangsa kita, termasuk gereja-gereja, yakni Kemiskinan, Ketidakadilan, Radikalisme, dan Bencana Ekologis. Persoalan tersebut harus diatasi secara bersama-sama dengan seluruh komponen bangsa untuk mengamalkan kembali nilai-nilai Pancasila.
Keempat, Sidang Raya merupakan forum tertinggi gereja-gereja setiap lima tahun untuk mengambil keputusan strategis mengenai berbagai persoalan dan merancang arah gerak keesaan.
Dan, kelima, jika SR XVI PGI di Nias ini tidak mampu mendengar jeritan penderitaan rakyat dan tidak mampu merancang strategi untuk melawan “bencana buatan manusia” (tehom) itu, bukan tidak mungkin gereja-gereja akan menjadi tehom bagi sesama. (satuharapan.com)
Be the first to comment