Spiritual Keugaharian; Sumbangan Gereja bagi Proses Globalisasi

BITUNG,PGI.OR.ID-Kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang menginkorporasikan masyarakat Asean ke dalam pasar tunggal, mestinya tidak boleh mengabaikan tugas negara untuk melindungi segenap tumpah darah dan menyejahterakan rakyat, seperti dalam Pembukaan UUD. Jika atas nama MEA pemerintah menghilangkan proteksi dan subsidi total, ini inkonstitusional.

Demikian penegasan Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, MTh dalam diskusi bertajuk Gereja Menyikapi MEA yang digelar dalam rangka HUT ke 65 Sinode Am Gereja (SAG) Sulutteng, di Jemaat GMIM Pniel Manembo-Nembo, Wilayah Bitung VII, beberapa waktu lalu.

Menurut Gomar, proteksi dan subsidi bisa dilakukan di hulu, jangan di hilir. Ini lazim dipraktekkan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Israel, Eropah dan Australia.

“Sebab itu, tugas gereja adalah mengingatkan hal ini. Tugas gereja juga mengkampanyekan AGAPE Document untuk mendrive globalisasi sebagai economy of life, justice and peace for all, atau dalam bahasa PGI Spiritual Keugaharian. Ini bisa menjadi sumbangan gereja bagi proses globalisasi (MEA, pasar bebas dan sejenisnya), yang tak terhindarkan dewasa ini,” jelasnya.

Lebih jauh dia menjelaskan: “Globalisasi yang sesungguhnya telah mulai sebelum masehi dengan helenisasi pada jaman Alexander Agung. Dan, berlanjut dengan globalisasi tahap kedua dengan evangelisasi ke seluruh dunia. Kalau yang pertama globalisasi didrive oleh budaya helenisme dan globalisasi kedua didrive oleh Injil, maka globalisasi dewasa ini didrive oleh neoliberalisme dengan dogma pasar bebasnya, yang membawa ragam problem itu.”

Gomar menawarkan, globalisasi yang didrive oleh Spiritualitas Keugaharian, yang berorientasi pada kemanusiaan dan alam semesta.