JAKARTA,PGI.OR.ID-SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah merupakan implementasi pelaksanaan ideologi dan konsitusi. SKB ini juga dilindungi Pancasila dan UUD 1945 sehingga semestinya tidak ada kontroversi.
Hal tersebut ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI Nadiem Anwar Makarim dalam Dialog Nasional SKB 3 Menteri Perlindungan Konstitusional untuk Hak-hak Sipil secara virtual, pada Jumat (19/3).
Sebagaimana diketahui, SKB 3 Menteri diterbitkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. SKB mengatur sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang siswa di sekolah negeri memakai seragam beratribut agama.
Selain Mendikbud, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas juga menjadi narasumber. Menag mengaku khawatir terhadap pemaksaan jilbab di sekolah yang mayoritas muslim menjadi pembenar bagi pembalasan di belahan dunia lain tempat muslim minoritas. “Di Indonesia masih terjadi diskriminasi mayoritas terhadap minoritas atau sebaliknya. Akan muncul pembalasan di belahan dunia lain ketika muslim minoritas,” katanya.
Menurut Yaqut, diperlukan resolusi konflik. Konflik berkepanjangan, kata Menag, membuat kita tidak punya masa depan. SKB tiga menteri yang memfasilitasi toleransi itu bisa menjadi sarana resolusi konflik.
Menag dan Mendikbud berharap masyarakat sipil terus mendukung melalui satu gerakan karena implementasi SKB itu tidak mudah.
Salah seorang Penanggap, Sekretaris Umum PGI Pdt. Jacklevyn Fritz Manuputty, pada kesempatan itu menegaskan bahwa MPH PGI mendorong semua pihak untuk menjadikan SKB sebagai pedoman untuk mengembangkan toleransi sejak dini di sekolah.
“Kami menyambut dan mengapresiasi SKB 3 Menteri yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. Negara ini dibangun dan berdiri kokoh di atas konstitusinya, bukan berdasarkan etnis, agama, dan golongan tertentu. Sikap 3 menteri mensignalkan kepastian kehadiran negara yang telah dimandatkan oleh semua golongan untuk menjamin tegaknya konstitusi. Ini tindakan politik dengan nyali politik yang besar, mengingat polarisasi bangsa dan politisasi identitas berdasarkan agama maupun etnis pada dua dekade terakhir ini telah menyentuh level yang mengkhawatirkan,” jelas Pdt. Jacky, biasa dia disapa.
Ironisnya, lanjut Sekum PGI, fenomena ini telah juga menginfiltrasi dunia pendidikan umum yang seharusnya menjadi benteng paling kokoh dan netral untuk membangun karakter bangsa. Implikasinya serius karena secara tak langsung menyuburkan sikap-sikap intoleran, bahkan dalam beberapa kasus menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap siswa dan tenaga pendidik yang berbeda.
Lebih jauh Pdt. Jacky mengatakan, SKB 3 Menteri ini menjadi momentum politik sekaligus sosial untuk menggelorakan Gerakan Kembali ke Konstitusi, kembali ke rumah Indonesia yang hanya bisa tegak berdiri ketika keberagaman dihidupi dan dirayakan. “Setelah secara internal kami dari PGI mencermati SKB 3 menteri ini, maka kami menyatakan dukungan bagi terbitnya SKB 3 menteri, sekaligus dukungan terhadap implementasinya,” tandasnya.
Sementara itu, Aktivis Human Right Watch Andreas Harsono dalam dialog nasional tersebut mengungkapkan masih terjadi diskriminasi terhadap perempuan dalam berpakaian. “Kami baru saja menerbitkan laporan sejumlah siswa, guru, dosen, yang didiskriminasi bahkan diberhentikan karena menolak berjilbab,” kata Andreas.
Pewarta: Markus Saragih