
Pemerintah Harus Tegas dan Sistematis dalam Menanggulangi dan Menindak Pelaku Intoleran
Jakarta, 31 Mei 2014
Di tengah pembelajaran demokrasi untuk menyambut Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 ini, bangsa dan nurani kita dicederai dengan penyerangan terhadap kegiatan Doa Rosario umat Khatolik di komplek perumahan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Yayasan Keluarga Pahlawan Negara (YKPN), Desa Tanjungsari Sleman Yogyakarta. Tindakan anarkis ini telah mengakibatkan ibu-ibu yang sedang melaksanakan Doa Rosario mengalami luka serius, tercerabut rasa amannya untuk beribadah atau berdoa, dan kehilangan hak dasarnya untuk beriman dengan bebas tanpa rasa takut di negerinya sendiri.
Berlapis pelanggaran dan pengingkaran terhadap konsensus berbangsa dan bernegara, telah terjadi melalui penyerangan ini. Pertama; Penyerangan ini bentuk nyata dari pengingkaran terhadap nilai-nilai luhur Pancasila dan kesepakatan hidup dalam konsep Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan hidup bernegara bagi semua umat beragama di Indonesia; Kedua, Penyerangan tersebut merupakan bentuk nyata pelanggaran hukum dan hak asasi warga negara Republik Indonesia yang dilindungi oleh UUD NRI 1945, Pasal 28e ayat 1 dan 2, serta Pasal 29 tentang jaminan beragama dan berkeyakinan dan jaminan atas pelaksanaan kegiatan ibadah berdasarkan agamanya; Ketiga, Peristiwa ini juga mencederai pembelajaran demokrasi bagi masyarakat pada pemilihan Capres/Cawapres pada bulan Juli 2014; Keempat, Selain melukai korban, tindakan ini juga melukai semua umat beragama yang menjunjung tinggi nilai-nilai penghormatan serta ajaran agama itu sendiri sebagai bagian dari hak warga negara.
Komnas Perempuan mencatat bahwa penyerangan dan pengingkaran atas jaminan kebebasan beragama sejak reformasi semakin mengkhawatirkan kehidupan kebangsaan dan menjauh dari spirit konsensus bernegara. Dampak trauma panjang korban, khususnya kelompok perempuan dan anak-anak tidak bisa dianggap sederhana. Tiadanya pemulihan, proses hukum yang adil, akan memicu keberulangan. Korban akan terus semakin banyak, jika pemerintah lemah dalam penegakan hukum, menindak tegas pelaku penyerangan, dan melakukan upaya sistematis dalam menanggulangi dan menindak kelompok-kelompok anarkis, dan melanggar hukum.
Oleh karena itu Komnas Perempuan mendesak:
1. Presiden Republik Indonesia, sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara untuk melakukan pengawalan secara sungguh-sungguh terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI 1945, tanpa diskriminatif, khususnya terkait pasal 1, tentang penerapan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta memerintahkan tindakan tegas bagi kelompok yang menyebarkan kebencian, anarkis, bahkan penyerangan pada kelompok agama lain;
2. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memimpin proses penegakan hukum terjadi di wilayahnya, agar kasus kekerasan ini diusut tuntas serta memastikan agar peristiwa serupa tidak berulang terjadi, serta melindungi hak warga atas rasa aman dan bebas dari kekerasan, serta memenuhi hak korban kekerasan atas pemulihan medis dan psikososial;
3. Kepolisian Daerah dan lembaga penegak hukum lainnya di DIY mengusut tuntas kasus kekerasan ini, menindak tegas dan menghukum pelakunya, serta memastikan agar kasus-kasus serupa tidak berulang;
4. Calon Presiden dan Wakil Presiden mendatang menunjukkan visi dan misinya dalam membangun negara bangsa, dengan memprioritaskan hak asasi sebagai basis kerjanya, termasuk menjamin tolerensi dan jaminan kebebasan beragama sebagai agenda prioritas.
Kontak Narasumber:
Yuniyanti Chuzaifah, Ketua (081311130330)
Andy Yentriyani, Komisioner (081317128173)
Be the first to comment