JAKARTA, PGI.OR.ID – Berita duka diterima lewat Instagram Pdt. Binsar Pakpahan, Ketua Komisi Teologi dan Liturgi PGI yang juga anak sulung alm. Prof. Dr. Muchtar Pakpahan sekira pukul 7 pagi (23/3). Isinya…”Telah berpulang ke rumah Tuhan, suami, ayah, orang tersayang kami, tokoh buruh Indonesia, Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, SH, MA. Belaiu Kembali ke rumah Allah, Minggu 21 Maret 2021 pukul 22.16 WIB setelah berjuang melawan Nasofaring. Rumah Duka di RSPAD Gatot Subroto, Lantai 2, Ruang N. Moohon Doakan kami keluarga dalam masa duka ini.” Tak lama berselang ratusan pesan belasungkawa masuk.
Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPH PGI) menyampaikan ungkapan dukacita mendalam bagi keluarga. Ketua Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam unggahan duka lewat FB menyatakan, Duka mendalam atas berpulangnya Bang Muchtar Pakpahan, seorang tokoh perburuhan yang sangat vokal. Pertama sekali kenal Bang Muchtar, ketika saya masih menjalani masa vikariat sebagai calon pendeta, 1984. Beliau dosen di FH Universitas HKBP Nommensen, Medan, ketika itu, dan menjadi Kepala Unit Bantuan Hukum di Universitas tersebut. Selama itu, dan tahun-tahun sesudahnya kami, bersama rekan-rekan lain, membentuk dan membesarkan KSPPM, sebuah LSM yang bergerak dalam pendampingan pemberdayaan masyarakat desa.
Satu hal yang sangat menonjol darinya adalah kegelisahannya atas berbagai bentuk ketidak-adilan. Dan untuk itu beliau tak pernah bisa diam. Beliau juga sangat reseh atas segala kemapanan. Olehnya tak pernah bisa bertahan lama dalam institusi dimana beliau terhisab, entah beliau mundur atau dimundurkan. Di UHN dan UKI beliau mengalaminya. Bahkan di KSPPM, yang dia ikut membidaninya pun, bahkan sangat aktif menbesarkannya, dia akhirnya keluar.
Kini sosok yang tak kenal nenyerah itu sudah menyelesaikan perjuangannya. Namun dia meninggalkan jejak- jejak yang sangat banyak dan dalam. Dan itu akan tetap hidup dalam memori saya. Bela rasa dan doa saya untuk Kak Rosintan Marpaung, dan buat Pdt Dr Binsar Jonathan Pakpahan.
Sementara Sekretaris Umum Pdt.Jacky Manuputty menyampaikan dukanya dengan mengenang almarhum sebagai sosok fenomenal dalam pembelaan hak-hak buruh di negeri ini yang telah menginsipirasi banyak sahabat untuk menggeluti perjuangan pembelaan hak-hak buruh yang masih menyisahkan kepedihan hingga kini. “Saya bersentuhan dengan bang Muchtar tidka lama di masa lalu, namun inspirasi dan jejaknya begitu kuat dan berkontribusi dalam pengayaan sejumlah nilai terkait kerja-kerja advokasi. Selamat jalan dalam pelukan Sang Maha Pengasih. Semoga bung Binsar Jonathan Pakpahan dna keluarga besar memperoleh keteguhan dalam perpisahan ini.”
Pendiri SBSI
Nama Muchtar Pakpahan di kalangan buruh dan pejabat dari tingkat daerah sampai nasional pasti sudah tidak asing lagi. Karena dia adalah salah satu aktivis buruh yang mendirikan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) pada tanggal 25 April 1992 di Cipayung, Jawa Barat. Saat itu, ada beberapa tokoh besar yang turut hadir memprakarsai pembentukan organisasi buruh. Seperti Gus Dur, Rachmawati Soekarnoputri, Sabam Sirait dan dokter Sukowaluyo Mintohardjo. Dalam pertemuan perdana tersebut, Mucthar Pakpahan lalu terpilih menjadi Ketua Umum SBSI yang pertama.
Dikutip dari buku Kumpulan Biografi Senior GMKI, penerbit: Pustakapedia Indonesia, cerita tentang almarhum cukup lengkap.
Alamarhum lahir di Bah, Jambi 2, Tanah Jawa Simalungun, Sumatera Utara pada 21 Desember 1953 dan menghabiskan masa kecil di kampung halaman bersama keluarga besar. Memulai sekolah di Sekolah Dasar 06 (selesai 1966) lalu Sekolah Menengah Pertama di Tanah Jawa (selesai 1969), Simalungun.
Di usia 11 tahun, Muchtar harus menerima kenyataan pahit karena ditinggal oleh sang ayah (Sutan Johan Pakpahan) untuk selamanya. Tetapi kepergian ayahnya tidak terlalu membuatnya larut dalam kesedihan, sebab di satu sisi dirinya dikelilingi oleh orang-orang tersayang seperti ibu dan sanak saudara. Dia lalu bangkit mengembang tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga membantu sang ibu.
Saat masuk SMA, Muchtar pindah ke Medan dan sempat bekerja sebagai penarik becak untuk dapat bertahan hidup dan terlebih khusus menabung untuk kuliah. Tahun 1972, ia melanjutkan Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Di usia 18 tahun, Muchtar kehilangan ibunda (Victoria br Silalahi) tercinta yang menjadi sumber kehidupan dan kekuatan.
Melayani Masyarakat
Sejak duduk di bangku liah, Muchtar aktif dalam kegiatan masyarakat. Ia sering demo dan melakukan aksi protes atas ketidakadilan yang dialami oleh kaum buruh, petani dan nelayan di bawah rezim orde baru. Ia sempat bekerja sebagai reporter Koran Sinar Harapan, edisi Sumatera Utara (1975-1976).
Di kampusnya, ia aktif berorganisasi dan menduduki jabatan strategis, antara lain menjadi Senat Mahasiswa Fakultas Hukum USU, dan BPC GMKI Medan periode 1978-1979. Setelah lulus, Muchtar membuka kantor pengacara bersama rekan-rekan, dan menjadi advokat sejak 1985. Pekerjaannya fokus pendampingan hukum bagi petani, buruh dan nelayan yang tersangkut masalah hukum ataupun melakukan advokasi memperjuangkan hak-hak.
Konsekuensi dari pekerjaannya itu, ia sering kali dianiaya hingga menerima ancaman pembunuhan oleh militer ataupun orang suruhan. Bahkan ia sempat keluar masuk penjara dengan tuduhan menghidupkan kembali Partai Komunis Indonesia (PKI). Kedekatan dengan gerakan buruh, tani dan nelayan mengakibatkan dia dicap bagian dari PKI. Di mata rezim orba, PKI adalah dalang atas semua peristiwa kelam tahun 60an.
Ia sempat menjadi dosen Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan tahun 1981-1986 dan dipecat atas perintah langsung Pangdam Bukit Barisan karena dianggap menghidupkan PKI. Ia juga pernah menjadi Sekretaris Eksekutif Unit Bantuan Hukum 1982-1984.
Ia pindah ke Jakarta dan mengajar di Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Tujuh Belas Agustus (1990-1994). Tahun 1994 ditangkap dan ditahan di Rumah Tahanan Tanjung Gusta Medan. Dari balik jeruji besi tetap berjuang dan terpilih sebagai ketua SBSI tahun 1992 hingga 2003. Selain itu, beliau juga menjadi salah satu Ketua DPP Persatuan Intelligensia Kristen Indonesia (PIKI) tahun 1989-1993.
Ia kembali masuk penjara LP Cipinang di tahun 1996 karena menulis buku “Potret Negara Indonesia.” Buku itu dianggap membahayakan Orde Baru sehingga hampir dikenakan ancaman pidana seumur hidup.
Muchtar Pakpahan melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia (selesai tahun 1989). Doktoral Hukum-nya juga diselesaikan di UI pada tahun 1993, dan menyandang gelar Profesor dari Universitas Kristen Indonesia.
Muchtar meninggalkan istri Rosintan Marpaung dan tiga orang anak-anak, yaitu Binsar Jonathan Pakpahan, Johanes Dharta Pakpahan dan Ruth Damai Hati Pakpahan serta cucu-cucu.
Selamat jalan pejuang buruh Indonesia.