JAKARTA, PGI.OR.ID – Secara umum kita mengapresiasi kinerja yang dilakukan pemerintahan Jokowi dan kabinetnya, paling tidak ada sebuah keteladanan dalam sikap hidup, ada komitmen dan kesederhanaan dari Jokowi yang mempengaruhi seluruh aparat.
Apresiasi juga diberikan terhadap upaya pemberantasan korupsi yang mulai jalan, meskipun di sana-sini terlihat ada upaya pelemahan KPK, serta percepatan pembangunan terutama pembangunan infrastruktur dalam berbagai bidang, yang diharapkan ini akan menjadi semacam lokomotif dalam pergerakan ekonomi ke depan.
Namun yang sangat disayangkan, masih sangat minimnya perhatian pemerintah terhadap kebebasan beragama. Aksi-aksi kekerasan atas nama agama, penutupan dan pembakaran gereja seperti di Aceh, masih saja terjadi dan bahkan melibatkan pemerintah daerah. Bukan hanya soal jumlah, tetapi kualitas dari aksi-aksi intoleran itu pun semakin meningkat.
Demikian pandangan Pendeta Gomar Gultom, MTh Sekretaris Umum PGI menyikapi satu tahun pemerintahan Jokowi-JK, saat diwawancarai di Grha Oikoumene, Jakarta, Kamis (22/10).
“Ini harus menjadi perhatian pemerintah karena sesuai dengan janji-janji kampanye Jokowi dalam Nawacita bahwa kebebasan beragama, dan kemajemukan harus dipelihara di tengah bangsa ini. Saya belum lihat dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi hal-hal seperti ini ditangani. Contoh GKI Yasmin yang sudah mendapat kekuatan hukum tetap masih belum disentuh, begitu juga aksi-aksi serupa di tempat-tempat lain,” tegasnya.
Lebih jauh Gomar menjelaskan, apa yang terjadi di Aceh Singkil mempertontonkan sekali lagi bagaimana aparat pemerintah tunduk kepada tuntutan masyarakat intoleran, dan menjadi pertanyaan apa sikap pemerintah menghadapi sekelompok orang yang tidak siap dan tidak bersedia dan tidak mampu hidup berdampingan di tengah masyarakat majemuk.
“Kalau ada kesediaan dan kemampuan untuk hidup berdampingan di tengah masyarakat yang majemuk, maka berarti juga ada kesetiaan untuk menerima keyakinan yang berbeda dengan segala konsekuensinya antara lain hadirnya rumah ibadah. Nah, kalau kelompok yang semacam ini masih terpelihara di tengah bangsa kita, menurut saya ini ancaman untuk masa depan, apalagi ternyata terjadi proses diskriminasi kepada umat yang jumlahnya lebih kecil,” jelasnya.
Gomar menambahkan: “Masalah kebebasan beragama dan penegakkan HAM tidak bisa diserahkan kepada pemerintah daerah, karena hal itu telah menjadi mandat konstitusi bagi pemerintah pusat yang sangat jelas dalam pembukaan UUD 45, yaitu melindungi seluruh warga masyarakat, termasuk tentunya warga yang jumlahnya kecil, dan pasal 29 yang menjamin kebebasan beragama. Contoh, Amerika Serikat sebagai negara federal, tidak pernah menyerahkan masalah HAM kepada negara bagian. Maka tidak ada alasan pemerintah pusat mengatakan Bogor itu masalah kota madya, Aceh Singkil itu masalah Daerah Istimewa Aceh. Kita berharap pemerintahan Jokowi bisa lebih tegak dan tegas dalam hal ini.”
Editor: Jeirry Sumampow