JAKARTA, PGI.OR.ID – Reformasi Kepolisian suatu keharusan. Sebab, semakin merajalelanya korupsi dan banyaknya koruptor yang bebas karena kondisi kepolisian sekarang ini.
Pendeta Gomar Gultom Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), menyampaikan hal tersebut saat dialog bersama para tokoh agama di Grha Oikoumene, Jakarta, Rabu (13/5). Dialog mengangkat tema “Presiden Diabaikan: Saatnya Reformasi Total Kepolisian Untuk Selamatkan Demokrasi”.
“Institusi Polri hidup dari uang-uang tidak jelas sumbernya sedangkan KPK sendiri malah dibuat ‘amburadul’ oleh polisi, termasuk aktivis-aktivis antikorupsi yang juga dikriminalisasi,” tuturnya.
Akibatnya, pemberantasan korupsi yang menjadi pokok dari semangat reformasi 1998 menjadi tidak jelas karena maraknya praktik tindak pidana korupsi baik yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat sipil, maupun kalangan penegak hukum.
Reformasi dalam tubuh kepolisian, menurut Romo Benny Susatyo harus dimulai dari pembenahan pendidikan institusi kepolisian. “Pendidikan polisi harus transparan, humanis, dan berintegritas tinggi. Polisi juga harus mampu membuat suatu transparansi di publik, serta mengedepankan komunikasi dan dialog, bukan kriminalisasi,” ujarnya.
Selain itu, polisi juga harus mampu membangun citra diri yang bersih di mata masyarakat karena selama ini masyarakat menganggap urusan dengan polisi selalu berbelit-belit dan berorientasi pada uang.
Sementara, Solahuddin Wahid memandang perlunya reformasi birokrasi dalam institusi penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, hingga Mahkamah Agung (MA) untuk memberantas praktik korupsi yang makin merajalela dan berpotensi melemahkan perekonomian nasional.
“Untuk menghindari penegak hukum yang korup, diperlukan sebuah peraturan dengan bentuk tegas misalnya Perpres tentang pelaporan kekayaan,” ujar pria yang akrab dipanggil Gus Solah itu.
Tidak Kompeten dan Tegas
Rohaniwan Katolik Romo Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa lemahnya pemberantasan korupsi di Indonesia disebabkan karena pemerintah tidak kompeten dan tegas dalam menindak kisruh antarpenegak hukum ini.
“Saya melihat dalam hal ini kekuatan politik secara setengah resmi bersatu melawan rakyat dengan dasar korupsi bebas sementara demokrasi kita masih lemah sehingga memungkinkan adanya goncangan politik di kemudian hari,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Ray Rangkuti. Menurutnya, pentingnya peran pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi untuk memimpin langsung proses reformasi Polri karena selama ini Presiden terkesan tidak bisa menegakkan wibawanya di depan bawahannya yaitu kepolisian.
“Pengabaian yang kasat mata atas instruksi Presiden menunjukkan ada masalah, baik di lembaga kepresidenan maupun institusi-institusi di bawahnya,” tandas pendiri LSM Lingkar Madani (Lima) ini.