BALI,PGI.OR.ID-Dalam kehidupan bergereja ternyata cukup kuat kehendak untuk mengedepankan kepentingan dan kebenarannya sendiri. Sebab itulah pentingnya sidang sinode dalam sejarah perjalanan gereja agar melihat kepentingan bersama.
Namun, sejarah juga menunjukkan bahwa tidak selalu sidang sinode berjalan mulus, sebagaimana ditunjukkan melalui beberapa konsili pada gereja mula-mula. Sebab itu, penting bagi kita untuk menjaga agar berbagai bentuk kontestasi dalam persidangan gerejawi, baik persaingan berupa gagasan maupun pilihan-pilihan, tetap dalam arak-arakan untuk berpijak pada jalan yang sama.
Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, MTh menekankan hal tersebut dalam sambutannya saat Pembukaan Sidang Sinode ke-45 Gereja Kristen Protestan Bali (GBKP), Senin (27/6), di Harris Hotel & Convention, Denpasar, Bali.
Lebih jauh Pdt. Gomar menjelaskan: “Untuk itu dibutuhkan kesediaan mendengar dan menerima yang lain dan tidak melulu mengedepankan kepentingan, kebenaran dan kemenangan sendiri. Memang, setiap orang pasti menginginkan agar kebenaran berpihak kepadanya, demikian pernah dikatakan oleh Robert Whately, seorang penasehat perkawinan asal Australia. Yang belum pasti adalah, apakah setiap orang juga ingin berpihak kepada kebenaran?”
“Pertanyaan ini tentu mengusik kita di tengah “pertarungan” para elit kita dalam memperebutkan ruang publik di negeri ini. Tetapi mestinya juga mengusik persidangan kita ini, sejauh mana kita berani memikul resiko untuk senantiasa berpihak pada kebenaran itu,” ujarnya.
Di tengah kehidupan berbangsa, lanjut Pdt. Gomar, kita pun diperhadapkan dengan kondisi ini, dimana masyarakat makin permisif. Perilaku koruptif dan manipulatif seolah menjadi keseharian kita. Para koruptor bisa tampil manis bagai selebriti, dan masyarakat menyambut seolah tak ada masalah dengan itu. Dan di gereja pun hal kurang lebih sama juga terjadi bahkan lebih parah, kita mengkorupsi kemuliaan Tuhan.
Ditambahkan pula, Sidang Raya PGI Nopember 2014 di Nias mencatat empat masalah yaitu Kemiskinan, Ketidak-adilan (yang keduanya berakar pada korupsi), Radikalisme dan Kerusakan Lingkungan. Akar dari semua ini adalah keserakahan. Berbagai krisis yang kita alami terjadi karena kehidupan kita dari waktu ke waktu makin tergerus oleh kerakusan.
“Dan menurut Sidang Raya, kontras terhadap globalisasi keserakahan ini adalah perlunya gereja-gereja mengembangan Spiritualitas Keugaharian, dimana kita memiliki pemgendalian diri untuk berani mengatakan “cukup!” Dan memiliki kesediaan untuk berbagi,” katanya.
Sementara itu, dalam kotbahnya yang terambil dari Lukas 5:1-11, Bishop GKPB Dr. I Ketut Siaga Waspada menekankan antara lain pertama, Tuhanlah yang memanggil kita, bukan manusia yang mencari. Allahlah yang berinisiatif menjumpai manusia. Kedua, ketika Dia memanggil, Dia juga memperlengkapi kita. Ketiga, rendahkan diri di hadapan Allah. Keempat, taati perintahNya, maka kau akan kagum dengan hasilnya. Kelima, tinggalkan semuanya, serahkan diri penuh kepadaNya.
Turut hadir dalam pembukaan, mitra-mitra GKPB seperti PROK dan PCK dari Korea, Uniting World dari Australia dan Ketua Sinode GPID Zakjarias Widodo.
Sidang Sinode ke-45 GKPB yang akan berlangsung hingga tanggal 30 Juni ini, akan memilih Bishop, Sekum, Majelis Harian Sinode, Majelis Lengkap Sinode, MP dan BPP.