Sekum PGI: “Kita Berutang Besar Kepada Para Pemuda”

Sebagai bangsa kita berutang kepada para pemuda

JAKARTA,PGI.OR.ID-Sebagai bangsa kita berutang besar kepada para pemuda. Pergerakan kebangsaan Indonesia bermula dari Sumpah Pemuda dan Kongres Pemoeda II, 28 Oktober 1928 di Solo, sebagai sebuah terobosan di tengah kegagalan perjuangan sektarian yang bersifat kedaerahan. Sumpah Pemuda ini juga yang menggerakkan para pemuda menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan memaksa mereka untuk memproklamasikan kemerdekaan RI.

Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Umum PGI, Pdt. Gomar Gultom, MTh dalam Simposium 88 Tahun Sumpah Pemuda, di Grha Oikoumene, Jakarta, Jumat (28/10)

Lebih jauh Gomar menjelaskan: “Ketika perjalanan bangsa kita mengalami stagnan, para pemuda juga yang memelopori perjuangan untuk keluar dari kemandekan, sebagaimana diperlihatkan pada angkatan kemudian (1966, 1978 dan terakhir 1998). Semua itu memberi tempat kepada pemuda untuk boleh dikatakan sebagai pelopor, pejuang dan pemikir. Pertanyaannya adalah apakah yang membuat para pemuda tersebut dicatat oleh sejarah sebagai pelopor, pejuang, dan pemikir? Jawabannya adalah mereka berusaha menjawab tantangan jamannya.”

“Maka pertanyaan konkrit bagi kita kini adalah apa tantangan jaman kita sekarang ini? Itulah yang mestinya kita jawab agar kita menjadi pelaku-pelaku sejarah, meneruskan kepeloporan, perjuangan dan pemikiran para pemuda dalam untaian sejarah RI,” tandasnya.

Salah satu tantangan jaman sekarang ini, jelas Gomar, adalah semakin terkotak-kotaknya masyarakat kita oleh pendekatan sektarian, yang justru ditinggalkan oleh para pemuda pada 1928. Kita makin terhisab ke dalam getho-getho keagamaan dan pemegang kebenaran adalah kita semata. Masing-masing kita berkehendak agar kebenaran berpihak kepada kita. Tapi belum tentu kita mau berpihak kepada kebenaran.

“Masing-masing kita menghendaki agar kemanusiaan berpihak pada kebenaran yang kita klaim, tetapi belum tentu kita mau berpihak kepada kemanusiaan,” tegasnya.

Sebab itu, kalau para pemuda pada 1928 berani menanggalkan pendekatan sektarian kedaerahan dan melepaskan semua klaim-klaim kebenaran sehingga berani memasuki sejarah bersama sebagai satu bangsa, maka saatnya kita kini juga meninggalkan pendekatan sektarian keagamaan untuk meneruskan sejarah bersama sebagai bangsa Indonesia. Hanya dengan melepaskan sekat-sekat keagamaan, suku dan golongan kita dapat mempertahankan Indonesia yang majemuk berdasarkan Pancasila.

Sementara itu, KH. Maman Imanulhaq dari LDNU menegaskan, bangsa Indonesia saat ini sedang menanti bangkitnya anak-anak muda untuk mulai membangun sebuah mimpi Indonesia masa depan. Mambangun optimisme kolektif bahwa suatu saat para anak muda akan mampu mewujudkan mimpi Indonesia, dan menjadi terhormat di antara bangsa-bangsa lain di dunia. Meski saat ini, wajah Indonesia sedang terkoyak oleh berbagai persoalan korupsi, radikalisme, kebhinnekaan, kemiskinan, pengangguran dan narkoba.

“Namun semua itu bukan menjadi alasan bagi para pemuda untuk berhenti, pesimis dan ragu memandang masa depan Indonesia,” ujar Maman.

Sedangkan Romo. Antonius Harianto dari KWI berpendapat, melihat potensi, talenta, dan ide-ide orang muda sangat luar biasa. Maka ini harus diakomodir. Karena Bonus demografi dari pemuda sangat besar sehingga punya pengaruh yang luar biasa.

Bukan Sekadar Selebrasi

Saat membuka simposium, Ketua Panitia Abdiel Fortunatus Tanias menegaskan, perayaan 88 Tahun Sumpah Pemuda yang digagas dan dikerjakan bersama-sama dengan berbagai orang muda lintas iman dan kepercayaan kali ini bukan sekadar selebrasi.

“Melainkan lebih dari, kita ingin membuktikan bahwa para pemuda benar-benar sedang menghidupi semangat kesatuan dalam kepelbagaian itu. Di mana di hari ini kita bersama-sama merefleksikan semangat sumpah pemuda serta panggilan kita sebagai bangsa, di tengah berbagai tantangan,” ujar  Kepala Biro Pemuda dan Remaja PGI ini.

Melalui simposium yang mengangkat tema Optimisme Indonesia untuk Dunia, lanjut Abdiel, ingin membuktikan bahwa di tengah tantangan seperti kemiskinan, tingginya angka pengangguran serta ancaman kelompok-kelompok radikal yang mengemuka, tidak akan menghentikan langkah orang muda untuk berjuang bagi hidupnya, tapi juga bagi bangsa dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan.

Disampaikan pula, Kegiatan Simposium Sumpah Pemuda adalah salah satu dari beberapa kegiatan yang digagas dan dikerjakan bersama sama oleh orang-orang muda lintas agama dan kepercayaan. Pada tanggal 13 November 2016 nanti akan diadakan kegiatan dengan semangat yang sama, dalam rangka memperingati hari Pahlawan dan hari Toleransi di seputaran Bundaran Hotel Indonesia pada saat  Car free day.

Simposium 88 Tahun Sumpah Pemuda yang digelar oleh sejumlah organisasi diantaranya PGI, KWI, LDNU, ANBTI, Matakin, Maarif Institute, Gusdurian, dan ICRP ini, dihadiri para mahasiswa, aktivis muda, dan tokoh agama.