Sekum PGI: Golput Merugikan Kita Sendiri

PGI – Medan. Tahun 2014 adalah tahun demokrasi bagi bangsa kita karena di tahun ini kita akan mengikuti Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam kesempatan memberi sambutan pada Ibadah Awal Tahun 2014, Sabtu (25/1) di Kantor Sinode GPP, Medan, yang dilaksanakan PGI Wilayah Sumatera Utara, Pdt Gomar Gultom, M.Th., menyampaikan pemikirannya bahwa fakta membuktikan pemilih yang golput (red: tidak ikut memilih) lebih banyak merugikan kita sendiri.

Pdt. Gultom menyampaikan dua fakta yang signifikan tersebut antara lain:

  1. Dalam berbagai studi atas pilkada-pilkada yang berlangsung di Indonesia, di mana golput rendah maka calon yang diusung partai berbasis nasional akan menang, dan sebaliknya, di mana angka goplut tinggi, maka calon yang diusung oleh partai-partai berbasis agama dengan sektarianisme akan menang.
  2. Pemilu Jerman tahun 1933, di mana sebagian besar masyarakat tidak peduli dan menjadi golput, memenangkan Nazi yang akhirnya mendudukkan Hitler sebagai Kanselir Jerman.

Karena itu, Pdt. Gultom menghimbau agar umat Kristiani di Indonesia ikut serta memilih, tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka yang golput.

Kami juga sangat mengapresiasi peyelenggaraan acara ini, yang kami nilai juga sebagai sebuah komitmen bagi semua kontestan Pemilu, bahwa kita semua sedang menjalankan sebuah amanah. Terpilih atau tidak, semuanya terpulang kepada rakyat pemilih; selebihnya, kita ini adalah orang-orang yang sedang memikul amanah dan menjalankan tugas konstitusional.

Sebagai amanah, maka keadaan mereka yang kelak terpilih, kami menitipkan beberapa harapan:

  1. Jadilah wakil rakyat, yang tetap setia mendengar dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Ada kecenderungan sebagian elit politik kita kini yang hanya mewakili dirinya sendiri, memperjuangkan kepentingannya sendiri.
  2. Sebagai wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif, sudah semestinya Anda memperlengkapi diri dengan kemampuan legislasi. Kekuatan seorang anggota parlemen, di pusat atau di daerah, adalah kemampuan dalam proses legislasi atau penyusunan UU, Perda dan anggaran.
  3. Alkitab mengajak kita semua memilih dari antara calon-calon, berdasarkan Keluaran 18: yang cakap (legislasi), Takut akan Tuhan, dapat dipercaya dan benci kepada pengedaran suap (korupsi).  Kiranya Anda semua memenuhi dan memperlengkapi diri dengan keempat kriteria tersebut.

Secara khusus, saya meminta perhatian kita bersama atas berbagai bencana yang sedang terjadi. Selain sebagai ujian terhadap solidaritas dan kepedulian kita terhadap korban, peristiwa ini juga mengingatkan kita betapa kita telah memperlakukan alam melebihi batas-batas ketiika Allah menciptakan-Nya. Yang terjadi kini seolah kiamat ekologis, sebagaimana terjadi bencana banjir bandang di Manado dan bencana-bencana banjir lainnya di beberapa wilayah di tanah air kita.

Jelas peristiwa bencana itu semua karena ulah manusia. Ini membutuhkan pertobatan ekologis, yakni kita makin bersahabat dan lebih menghormati alam. Harus ada perubahan perilaku secara praktis. misalnya dengan pengurangan penggunaan plastik, pengelolaan sampah yang kita produksi (konon setiap orang memproduksi sampah setengah kg/hari), dan pembuatan lubang biopori di pekarangan rumah dan gereja. Kita bisa belajar dari Pilot projek yang dilakukan PGI bersama GMI (Gereja Methodist Indonesia) berupa Gereja Sahabat Alam, atau Taman CCA di Parapat yang digagas dan dipimpin R.E. Nainggolan, dengan gerakan menumbuhkan pohon, bukan sekadar menanam pohon.

Di awal tahun ini, yang dibuka dengan beragam bencana di berbagai tempat, khotbah Pdt. Sipahutar dalam acara ini memberi inspirasi, terutama ketika beliau mengangkat Nelson Mandela, yang biasa disapa Madiba. Mandela sering mengulang-ulang sebuah frasa, yang ia kutip dari puisi pendek berjudul Invictus karya William Earnest Henley:  “I am the master of my fate.  I am the captain of my soul.

Diilhami puisi ini pula, film INVICTUS mengangkat perjuangan Mandela melawan “dendam” dalam mempersatukan dua komunitas berlawanan pasca kemenangannya sebagai Presiden Afrika Selatan.

Selain perjuangan HAM dari Mandela, mari juga kita melihat perjuangan untuk pembentukan Propinsi Tapanuli dan Propinsi Nias yang kini sudah memasuki babak baru dengan masuknya dalam agenda balegnas. Tentu ini membawa peta dan konstelasi baru bagi kita di Sumut ini ke depannya. Ini menjadi PR baru untuk kita semua. Kami menyatakan apresiasi kepada Pak Chandra dan kawan-kawan yang dulu telah menginisiasi perjuangan ini. Semoga ke depan berkenan di mata Tuhan.

Terakhir, Sidang Raya XVI PGI, akan diadakan tahun ini, dan berlangsung di Nias, Sumatera Utara. Gerakan Oikoumene di Indoensia telah menjadi model bagi gerakan oikoumene di regional dan mondial. Kiranya kita mendukung pelaksanaan SR ini. Sumut juga adalah model kemajemukan. Medan sangat multi etnis, kultur dan agama, tidak ada yang dominan. Ada yang berupaya mengusik, tetapi tidak pernah mendapat sambutan. Semoga melalui SR ini gereja-gereja lain bisa belajar dari Sumut mengelola kepelbagaiannya.

Acara Ibadah Awal Tahun 2014 PGIW Sumut ini dihadiri para pimpinan gereja di Sumut, antara lain Bishop Darwis Manurung (GMI), Ephorus J.H. Manurung (GPP), Bishop Peringatan Zebua (GTdI), Bishop Patut Sipahutar (GKPI), Bishop Jauntung Solin (GKPPD), Pdt. Erick Barus (GBKP). Juga hadir tokoh-tokoh Sumut seperti R.E. Nainggolan, G.M. Chandra Panggabean dan ratusan warga gereja lainnya serta jajaran MPH, MP dan BPP PGIW Sumut.

Seusai ibadah dan makan siang bersama, R.E. Nainggolan menjadi pembicara dalam Diskusi bertajuk “Peran Gereja terhadap Tahun Politik 2014 di Indonesia.”

Oleh: Pdt. Gomar Gultom, M.Th. (Sekretaris Umum PGI)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*