Sejarah Gereja Senantiasa Beriringan dengan Sejarah Musik Gereja

PGI – Jakarta. Sebagai persekutuan orang percaya, gereja sering kali digambarkan sebagai persekutuan yang  bernyanyi dan berdoa. Tidak bisa disangkal, bahwa sejak awal sejarah, bernyanyi sudah dikenal dalam pertemuan-pertemuan jemaat. Maka bisa dikatakan, sejarah gereja senantiasa beriringan dengan  sejarah musik, khususnya musik gereja.

Pdt. Gomar Gultom menyampaikan sambutan pada Pembukaan Konas Musik Gereja di Graha GBI, Jakarta, 16/6/2014. Foto: LitKom PGI (MS)
Pdt. Gomar Gultom menyampaikan sambutan pada Pembukaan Konas Musik Gereja di Graha GBI, Jakarta, 16/6/2014. Foto: LitKom PGI (MS)

Hal tersebut ditegaskan Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom, M.Th dalam sambutan pembuka Konsultasi Nasional Musik Gereja (Konas Muger), yang berlangsung hari ini, Senin (16/6/2014) di ruang pertemuan Sinode GBI, Jakarta.

“Sekalipun ada yang skeptis terhadap istilah musik gereja ini, karena bagaimanapun, musik adalah musik, yang tunduk pada kaidah-kaidah universal, toh kita menggunakan istilah musik gerejawi, untuk merujuk kepada musik yang digunakan dalam rangka ibadah,” jelasnya.

Menurutnya, tentu segala ekspresi musikal dari kebudayaan apapun dapat digunakan dalam ibadah, dan oleh karenanya sah saja disebut sebagai musik gereja. “Olehnya, kita gembira bahwa Konas kali ini bermaksud mengakomodasi segala ekspresi musikal. Namun bagaimana pun toh kita harus tetap menyadari bahwa musik gereja adalah ekspresi iman dari seluruh jemaat di hadapan Allah. Sebagai ekspresi iman, maka bentuk ekspresional musik tersebut haruslah menyesuaikan diri terhadap isi dan pesan tersebut. Orang bijak selalu berkata penggunaan jenis cangkir atau gelas juga sangat ditentukan oleh minuman yang hendak kita hidangkan,” katanya.

Gomar melihat, hal ini akan menjadi salah satu pergumulan dalam Konas ini, di tengah kebutuhan gereja mengekspresikan imannya lewat musik. “Di sisi lain, Konas ini diharapkan pula memberi perhatian akan kebutuhan gereja terhadap ketersediaan kidung yang dapat digunakan bersama oleh gereja-gereja di Indonesia,” paparnya.

Ditambahkan, salah satu problem yang kita hadapi kini adalah kemungkinan akan beragamnya teks terjemahan untuk lagu yang sama, oleh kecenderungan masing-masing gereja menerbitkan sendiri (lagu) Kidung-kidung Pujiannya. Hal ini tentu merupakan kekayaan, tetapi juga bisa menjadi masalah. “Ingat tegoran Bung Karno pada salah satu perayaan Natal umat Kristen. Olehnya saya memandang posisi strategis Konas ini, bukan hanya dalam hal pembinaan dan pelayanan gereja di bidang musik gereja, tetapi juga dalam menentukan arah gerakan keesaan di masa depan,” jelas Gomar.

Konas Muger 2014 yang berlangsung pada 16-18 Juni 2014, digagas oleh PGI bersama Yamuger dengan mengambil tema Nyanyikanlah Nyanyian baru Bagi Tuhan.

Konas dihadiri sekitar 127 orang peserta yang merupakan perwakilan gereja dari berbagai daerah di Indonesia. (Markus Saragih)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*