Sambung Tangan Bantu Warga Terdampak Covid-19 di GMIT-Klasis TTU

TTU,PGI.OR.ID-Akhir tahun 2019, muncul berita mengenai virus Corona di Kota Wuhan, China. Seluruh warga dunia menyampaikan rasa empati dengan berbagai cara. Awal tahun 2020, virus ini merambat menyeberangi lautan dan samudera, menyinggahi sejumlah negara dan menjadi ancaman kehidupan manusia di benua-benua lain. Lantaran penyebarannya mudah dan sederhana, virus corona dengan cepat menginfeksi 1.954.724 orang dengan angka kematian 126.140 di 213 Negara sesuai data WHO per 16 April 2020.

Dampak virus ini tidak main-main. Fondasi ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, keagamaan dan sebagainya goyah. Gereja, baik lokal maupun global pun tak luput. Tidak terkecuali Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Namun di situlah arti kehadiran gereja diuji.

Dalam situasi yang demikian, jemaat-jemaat GMIT di Klasis Timor Tengah Utara (TTU) membangun harapan. Dimulai dengan memahami secara kontekstual kehadiran gereja sebagai dokter bagi yang sakit, apotek bagi yang butuh obat dan alat pelindung diri, lumbung bagi yang lapar, karantina bagi perantau yang pulang dan tak diterima keluarga, penyuluh kesehatan dan pahlawan yang memerangi penyebaran virus corona.

Tak perlu memperdebatkan dana kas jemaat yang terancam defisit akibat aktifitas peribadatan yang tak lagi normal. Inilah saatnya gereja menyediakan lima roti dan dua ikan dalam arti yang sesungguhnya.

Langkah strategis yang ditempuh Majelis Klasis TTU adalah membentuk tim penanggulangan dampak covid-19 di lingkup jemaat untuk mewujudnyatakan kasih melalui kesaksian kata dan aksi. Pdt. Lay Abdi Wenyi, Ketua Klasis TTU, mendorong jemaat-jemaat untuk mengorganisir sumber daya yang tersedia untuk membantu anggota gereja yang terdampak.

Jemaat Petra Kefamenanu mengadakan diakonia sembako, sosialisasi pencegahan, membagi masker dan penyemrotan disinfektan disetiap rumah. Dana yang dikumpulkan selama bertahun-tahun dalam rekening terkuras. Namun dalam keyakinan iman, Pdt. Abdi menegaskan, “Saat Tuhan Yesus datang, Dia tidak tanya berapa saldo yang gereja sudah kumpul. Entah kas tunai, rutin, pembangunan, dana abadi, dan seterusnya, Tuhan tidak tanya itu. Yang Tuhan tanyakan adalah: gereja melakukan apa untuk orang-orang yang susah dan menderita? Refleksi iman ini mengetuk pintu-pintu gereja agar terbuka untuk menerima, mengangkat dan memikul bersama segala bentuk kesulitan hidup sesama.

Sejalan dengan Jemaat Petra, menyusul pula Jemaat Imanuel Kefa, Jemaat Sion Sasi dan Jemaat Biboki Inggureo, berdiakonia sembako untuk keluarga terdampak. Social distancing dan physical distancing bukanlah alasan gereja mengurung diri di dalam kenyamanannya. Majelis Jemaat hadir tidak sekedar doa dan kata-kata penguatan tapi juga di tangan mereka berisi kantong-kantong diakonia. Berkeliling dari rumah ke rumah dengan semangat dan nasihat “Bapa-Mama di rumah saja, biar kami yang kunjungi”.

Dari pinggiran kota yang berbatasan dengan distrik Oekusi (Timor Leste), Pdt. Andre dari Jemaat Bikomi juga ikut dalam aksi penyemprotan disinfektan sambil mensosialisasikan protokol penanganan covid 19. Para Diaken tanpa lelah bergantian memikul tabung cairan disinfektan untuk disemprotkan di rumah-rumah jemaat. Majelis Jemaat setempat juga membuat masker dan dibagi-bagikan dengan sebuah pesan singkat: “Terima ini masker na mohon bapa-mama pake. Kita pake bukan karna takut pemerintah atau takut polisi tapi pake supaya kita selamat dan karna kita mau bekerja sama kasih putus rantai penyebaran virus corana”.

Dengan segala kelebihan dan keterbatasan, kami juga mendengar pelayanan diakonia berlangsung di Jemaat Noemuti, Oepope, Betel Dalehi, Netpala, Insana, Fatunisuan, Pantura, Biboki Anleu dan juga Tuamese. Melalui semua bentuk pelayanan tersebut kami berefleksi bahwa badai pasti berlalu jika semua pihak mau bekerja sama, saling menjaga, memperhatikan dan menopang satu dengan yang lain dalam iman pengharapan dan kasih. (sinodegmit.or.id)