JAKARTA,PGI.OR.ID-Indonesia kembali berduka. Seorang Guru Bangsa, Djohan Effendi, telah kembali kepada Sang Khalik pada Jumat (17/11) waktu setempat, di Geelong, Victoria, Australia.
Sejumlah tokoh mengucapkan bela sungkawa kepada Djohan yang saat meninggal genap berusia 78 tahun. Sekretaris Umum PGI Pdt. Gomar Gultom dalam laman facebooknya mengatakan Djohan adalah seorang tokoh yang melintasi batas-batas. Bersama Gus Dur dan Cak Nur dia tak diragukan adalah tokoh pembaharu Islam. Djohan adalah pluralis sejati, yang mengayomi segenap masyarakat atas dasar kemanusiaan.
“Atas dasar panggilan imannya, dia selalu berdiri paling depan dalam membela kelompok-kelompok minoritas. Baginya Islam dan kemanusiaan merupakan satu kesatuan dan kebangsaan sudah final. Beliau juga adalah seorang birokrat handal, santun dan berpendirian teguh. Ketika menjabat sebagai Mensesneg RI, tak membuatnya berjarak dengan sesama. Pada masanya, Sekneg dan Istana bagaikan rumah rakyat. Beliau telah selesai dengan dirinya, sehingga tak pernah menuntut banyak dari negara. Pada masa tuanya, dia hanya menempati sebuah apartemen sederhana. Setiap saya mengunjungi beliau, saya selalu terenyuh dengan kesederhanaannya. Pun dengan keterbatasan tubuh yang lemah karena deraan penyakit dan usia, beliau tak segan meninggalkan rumah, menyambangi komunitas-komunitas yang tertindas. Sekarang, adalah tugas kita meneruskan perjuangan beliau, agar beliau tetap hidup dalam sanubari kita,” tulis Gomar.
Demikian pula Aktivis Ulil Abshar-Abdalla. Dalam akun pribadinya @ulil menyebut Djohan sebagai tokoh penting dalam dialog antar agama di Indonesia. “Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Berduka begitu mendalam atas wafatnya Djohan Effendi, salah satu ikon penting gerakan dialog antar-agama/iman di Indonesia setelah Gus Dur. Dialah, bersama almarhum Ismed Natsir, yang memungkinkan terbitnya catatan harian legendaris Ahmad Wahib,” kicau Ulil.
Sementara itu, aktivis anak Ilma Sovri Yanti Ilyas dalam laman facebooknya mengatakan Djohan adalah Pendekar Lintas Batas. Meski telah berpulang, namun spirit perjuangannya masih membara, dan akan tetap kita lanjutkan.
Djohan Effendi salah satu tokoh yang kerap menyebarkan gagasan tentang toleransi beragama. Dia mendirikan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), sebuah organisasi berbadan hukum yayasan yang bergerak di bidang dialog antar agama dan iman.
Djohan termasuk salah satu intelektual yang cukup produktif menulis karya. Beberapa karyanya antara lain Pesan-Pesan Al-Quran yang diterbitkan Serambi, dan Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi. Selain itu, Djohan juga menyunting buku Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib, yang menjadi rujukan penting aktivis dan intelektual muslim di Indonesia.
Djohan lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, pada 1 Oktober 1939. Sebelum masuk ke Kabinet Persatuan Nasional pada era Gus Dur, Djohan jadi penulis pidato Presiden Soeharto.
Sebagai Staf Khusus Sekretaris Negara, dia telah menuliskan ratusan pidato untuk Soeharto, yakni pada rentang waktu 1978-1995. Djohan berhenti sebagai penulis pidato Presiden Soeharto setelah berkunjung ke Israel pada 1994.
Be the first to comment