JAKARTA, PGI.OR.ID – Mengawali acara doa bersama dalam rangka “Vigil we will #LightTheWay” yang diselenggarakan di halaman Grha Oikoumene Salemba yang berlangsung semalam, Kamis (24/9), Pendeta Gomar gultom menyampaikan pengantar atas doa bersama yang juga digalang di berbagai negara, yakni terciptanya kesadaran dan komitmen bersama dalam 20 tahun mendatang atas ancaman kegelapan dan kematian, karena kemiskinan, ketidaksetaraan, gelombang pengungsian dan ancaman akan perubahan iklim.
“Kita begitu dekat dengan ancaman kekerasan, kita begitu dekat dengan ancaman kegelapan dan kematian, hingga konon katanya waktu hidup kita hanya tinggal 5 menit menjelang tengah malam, untuk kita tinggal bersama,” kata Pendeta Gomar.
“Dalam terang kegentingan seperti ini, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), sesudah mengevaluasi Millenium Development Goal (MDG) yang kurang berhasil, kemudian menetapkan 20 tahun kedepan sebagai Sustainable Development Goal (SDG), yang dimulai hari ini,” lanjutnya.
“Malam ini kita berkumpul berdoa untuk SDG tersebut, dalam kerangka mengatasi kegelapan, kemiskinan dan kematian, yang menjadi tekad negara-negara sedunia. Pada yang saat yang sama, kita akan menopang para pemimpin dunia akan berkumpul, di New York-Amerika Serikat. Kita berdoa bersama mendukung Sri Paus, dan untuk semua pemimpin dunia yang tergerak, agar setiap negara punya komitmen yang sama mengatasi ‘5 menit menjelang jam 12 tengah malam‘, sebuah ancaman kemanusiaan,” demikian kata Pendeta Gomar.
Atas kehadiran para sahabat, Pendeta Gomar mengatakan, “Kita berdoa disini, ditengah kepelbagaian suku, agama dalam rangkaian doa yang juga berlangsung di seluruh dunia. Kita berdoa agar dunia yang semakin tua, semakin memberikan harapan bagi kita semua, terutama kepada anak-cucu kita. Terima kasih untuk semua yang hadir, kita berharap hal ini akan diikuti oleh doa-doa kita sepanjang hari, melalui program-progam kita, agar doa ini bisa menghantar kita melewati tengah malam kita menuju fajar baru menyingsing, masa depan kita bersama.”
Refleksi dari para sahabat
Yusuf Ali yang mewakili dari PBNU, menyampaikan refleksinya, “Islam dengan sangat jelas, telah menempatkan seluruh ajaran bahwa, perdamaian adalah hal yang paling berarti dalam dunia Islam. Dalam banyak ayat di dalam Alquran yang terkait perdamaian adalah ayat paling banyak disebut, bahkan lebih banyak dari ayat-ayat tentang peribadahan.”
Dikatakan oleh Yusuf Ali, “Islam dan semua agama berharap, perdamaian kedepan bisa diwujudkan di seluruh kawasan, di seluruh dunia. Kita berharap bahwa pengungsi, persoalan kemanusiaan juga dapat segera diselesaikan. Di agama Islam, fungsi manusia sebagai khalifah yang bertugas manusia, wajib mewujudkan kebaikan di muka bumi. Kami Pengurus NU, sangat mendukung seluruh komponen masyarakat, melalui para tokohnya agar dapat memainkan peran pentingnya untuk mewujudkan perdamaian dunia.”
Vekky Mongkareng dari pengurus Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) yang juga hadir pada doa bersama, menyampaikan refleksinya, “Manusia telah diberikan benih kebajikan, benih cinta kasih, kebenara, susila, bijaksana, sehingga kita dapat dipercaya dalam kehidupan kita masing.”
Tentang refleksi atas alam dan perdamaian, Vekky mengatakan, “Dan dalam hubungan manusia, dengan Tuhan, sesama dan alam semesta. Jangan ada saling curiga antara kita, justru dalam lintas agama saling memberi semangat untuk melestarikan alam, jangan hanya bisa menggunakan tetapi juga menjaga dan melestarikan, hingga beberapa jaman tetap lestari. Salam kebajikan.”
Sedangkan Suster Rina mewakili Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada malam doa bersama tersebut menyampaikan refleksinya, “Pada kesempatan perjumpaan seperti ini, kita mengalami persatuan yang sejati karena bisa menyatakan aksi dalam kepedulian bersama bapak Paus. Di dalam Firman dikatakan, bahwa dalam proses penciptaan segala ciptaan dalam dunia ini adalah baik. Semua diciptakan dengan sempurna, baik adanya tidak bercac at. Manusia juga dianugerahi kemampuan dan kebebasan oleh Allah untuk menjaga dan mengelolanya.”
Lanjutnya, “Doa-doa kita yang mengalir dari buah hati yang jernih, akan menyatu untuk mewujudkan harapan kita bersama atas bumi yang sedang terluka. Doa-doa kita juga kiranya memberikan penghiburan bagi saudara-saudara yang membutuhkan. Khususnya dalam membuat gerakan bersama untuk melestarikan dan menjaga alam.”
Bapak Suhadi Sanjaya yang datang dari Pengurus Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) sangat mengapresiasi gerakan doa seperti ini. “Gerakan ini kecil, karena diselenggarakan di halaman, dengan lampu remang-remang seadanya. Bagaikan sebuah batu kecil yang dilemparkan ke kolam, riaknya akan terus bergelombang, tidak saja ke pinggir kolam, tetapi bergelombang ke seluruh semesta. Gerakan seperti malam ini juga akan menggema, apabila didasarkan pada ketulusan untuk kemanusiaan,” demikian kata Suhadi.
Muhammad Manshur Muslim Syiah mengatakan perlunya seluruh alam dan makhluk hidup harus diperlakukan secara adil. “Ketika kita bersikap adil terhadap iklim, maka tidak ada lagi yang namanya iklim kita khawatirkan. Begitu juga kemiskinan. Kemiskinan lama kelamaan bisa hilang.”
Manshur yang datang bersama rombongan Oase yang juga aktif membela kaum tertindas dari berbagai agama.
“Kami perjuangkan Gereja Pentakosta di Bandung yang diserang komunitas Muslim. Berkat doa Tuhan dan kerja keras tahun kemarin, mereka bisa Natalan bersama di gerejanya. Kami membela keadilan tak memandang dulu agama karena kita anak-anak Adam, kita lahir dari satu keturunan. Kita semua saudara,” ujar dia.
Darmasila dari Parisada Hindu Bali Indonesia (PHBI), dalam refleksinya menyampaikan akan alam diciptakan oleh Tuhan sebagai sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Namun demikian kata Darmasila, “Ada persepsi yang salah, bahwa berkah yang diberikan kepada manusia, sepertinya boleh menggunakan mendapatkan apa saja dengan cara apa saja, sehingga menjadi rakus dan lupa diri. Untuk mendapatkan apapun juga mengeksporsi alamnya. Manusia lupa bahwa semua miliki Tuhan, dan di ajaran yang mendasar adalah mengasihi semua manusia, yang berarti berbagi dalam kebersamaan untuk kepentingan semua umat.”
Sebuah ajakan disampaikan oleh Darmasila, untuk bersatu melawan semua usaha yang mengekspoitasi alam sewenang-wenang. “Karena Tuhan mencukupi semua kebutuhan manusia, yang tidak pernah cukup adalah kerakusan manusia,” Tegasnya
Mengakiri refleksinya, Darmasila mengatakan, “Bumi ini adalah rumah bersama, dan semua umat manusia bersaudara, Tuhan bisa saja membuat manusia berpikiran satu dan sama, Tuhan menciptakan perbedaan dan membuat semua indah dengan semua perbedaan yang ada.”