JAKARTA,PGI.OR.ID-Dalam rangka memeriahkan Bulan Oikoumene 2018, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menggelar pameran di lantai 1 dan 2 Graha Oikoumene, Jakarta. Kegiatan yang dibuka sejak Kamis (3/5) ini, akan berlangsung selama bulan Mei.
Memasuki lantai 1 Graha Oikoumene, kita akan melihat Manifest Pembentukan DGI dalam ukuran besar yang terjuntai bersama deretan bendera logo-logo sinode gereja anggota PGI di sampingnya. Melihat manifest tersebut kita diajak untuk mengenang kembali berdirinya lembaga gereja yang kini memiliki 89 sinode gereja angota ini. Sementara dibagian bawahnya, terdapat dua foto yang memperlihatkan arak-arakan 15 tahun DGI dan Sidang Raya PGI II di Jakarta tahun 1953.
Sedangkan di lantai 2, dipamerkan berbagai buku terbitan PGI dan CCA, foto kegiatan PGI, quotation dari beberapa tokoh gerakan oikoumene, serta banyak lagi. Selain pameran, ada juga penjualan pernak-pernik seperti mug, tambler, kaos, payung cantik khas oikoumene. Hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk membantu masyarakat di Asmat, Papua.
Bulan Oikoumene yang jatuh pada Mei memang tidak lepas dari sejarah berdirinya PGI, 25 Mei 1950, yang pada waktu itu bernama Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI). Momen tersebut merupakan panggilan Allah untuk menampakkan kesatuan tubuh Kristus demi kesaksian dan pelayanannya di tanah air tercinta ini, yang diresponi dengan sukacita oleh gereja-gereja di Indonesia 68 tahun yang lalu dengan menyatakan tekad untuk memuarakan sejarahnya masing-masing ke dalam sebuah arak-arakan keesaan gereja.
Dalam Pesan Bulan Oikoumene PGI 2018, gereja-gereja diingatkan kembali akan tugas gereja yang tidak pernah berubah, yakni mengabarkan Injil Kristus di tengah bangsa kita yang dililit oleh berbagai persoalan: persaingan yang semakin ketat; pementingan diri dan kelompok sendiri; kecenderungan menyikut atau meminggirkan orang lain terutama mereka yang lemah dan yang berbeda pandangan; meng-ilah-kan uang dan materi; serta penyalahgunaan kuasa dan kedudukan. Ketidakbenaran merajalela yang menyebabkan kemiskinan dan ketidakadilan serta kerusakan lingkungan.
Semua ini memperlihatkan kemerosotan moral dan kekeringan spiritual yang sedang melanda kita, baik sebagai gereja maupun sebagai masyarakat. Kita memerlukan pembaruan agar damai sejahtera Allah dapat dirasakan oleh semua. Gereja, orang Kristen membutuhkan sentuhan bara api penyucian Allah untuk mengubah kekerasan hati dan egoismenya; untuk keluar dari sekat denominasi dan zona nyamannya, agar layak diutus untuk memberitakan damai sejahtera Allah, untuk berkarya bersama semua anak bangsa guna kemaslahatan masyarakat.
Be the first to comment