KARO,PGI.OR.ID-Perhimpunan Sekolah-Sekolah Teologi di Indonesia (PERSETIA) melaksanakan Rapat Umum Anggota (RUA) ke-XIV sekaligus HUT ke 55 di Berastagi-Karo, Sumatera Utara. RUA berlangsung sejak 30 Oktober-4 November 2018.
Selain evaluasi dan penetapan program, rapat juga akan memilih pengurus baru untuk periode 2018-2022. Sekaligus menetapkan penerimaan anggota baru sebanyak 7 Sekolah Teologia yaitu STT Diakones, STT Ebenhaezer, STA Tiranus Bandung, STT Syalom Lampung, STT Elohim Indonesia Malang, STT Jemaat Kristus Salatiga, dan STT Tawamangun Solo.
Dalam sambutannya, Wakil Sekretaris Umum PGI Pdt Krise Anki Gosal mengungkapkan, PGI bukan sekedar mitra saja, tetapi juga pendiri PERSETIA dimana agenda pembentukan lembaga ini telah masuk dalam agenda sidang Gereja-Gereja pada Mei 1950 saat berdirinya DGI (sekarang PGI). Rencana pembentukan PERSETIA akhirnya terwujud saat Konsultasi Teologi pada Oktober 1963 di Sukabumi.
Sekilas PERSETIA
PERSETIA didirikan sebagai hasil keputusan Konperensi Pendidikan Teologi yang diselenggarakan Komisi Pendidikan Teologi Dewan Gereja di Indonesia (DGI, sekarang PGI). Konperensi tersebut menghimpun Sekolah-sekolah Teologi dari berbagai gereja anggota DGI, bertempat di Sukabumi, memutuskan untuk membentuk perhimpunan ini tanggal 27 Oktober 1963.
Peristiwa ini sebenarnya merupakan salah satu upaya untuk mengkonsolidasikan lembaga-lembaga pendidikan teologi di Indonesia yang sedang mencari identitasnya yang baru di tengah kemandirian gereja-gereja pasca Perang Dunia II.
Pada Sidang Lengkap I Sidang Raya pembentukan DGI tahun 1950, telah dipercakapkan usul Zendingsconsulaat (berdiri di Indonesia 1906 untuk mengkoordinasi kegiatan Zending dan gereja-gereja hasil zending serta membangun hubungan dengan gereja Negara GPI), agar DGI mengambil alih pembinaan terhadap sekolah-sekolah Teologi di Indonesia.
Hasilnya, sidang tersebut membentuk Komisi Pendidikan Teologi di lingkungan DGI, yang bertugas antara lain untuk mengkoordinir semua sekolah Teologi di Indonesia dan mempelajari permasalahan yang dihadapi sekolah-sekolah Teologi. Komisi ini antara lain membentuk Lembaga Pendidikan Tinggi Teologi di Indonesia (LPThI), yaitu lembaga yang mengayomi kelangsungan STT Jakarta sebagai perguruan Tinggi Teologi (1954) dan menyelenggarakan konperensi Pendidikan Teologi bulan Oktober 1963, yang menetapkan berdirinya PERSETIA.
Perhimpunan ini sejak berdirinya sampai tahun 1969 dipimpin oleh Komisi Pendidikan Teologi DGI. Pada tahun 1968 diselenggarakan Konperensi Sekolah Teologi se Indonesia di Sukabumi oleh DGI yang antara lain merumuskan bahwa pendidikan Teologi yang dimaksud bukan pendidikan formal saja tetapi juga non formal yang diselenggarakan gereja-gereja. Hal ini turut mempengaruhi keanggotaan di PERSETIA.
Pada 1969 pengurus PERSETIA terbentuk (sebagai tindak lanjut hasil Konsultasi Pendidikan Teologi DGI di Sukabumi 1967 dan 1968), dan diketuai oleh Dr. F. Ukur dengan 11 Sekolah Anggota. Sejak tahun 1950 sampai 1970-an Sekolah-sekolah Teologi menata diri untuk menjadi Lembaga Pendidikan Tinggi dan muncul kebutuhan untuk membekali diri dengan kurikulum yang memadai. Karena itu DGI dan PERSETIA melaksanakan Konsultasi Kurikulum I di Sukabumi tahun 1973 yang kemudian dilanjutkan dengan konsultasi berikutnya sampai tahun 1983 (di Tomohon) yang menetapkan Kurikulum Standar Minimal PERSETIA.
Sementara itu sejak 1970-an dan selanjutnya muncul berbagai Sekolah Teologi yang dibentuk oleh gereja-gereja baru maupun Yayasan Kristen dan hal ini merupakan tantangan baru bagi PERSETIA untuk meningkatkan perannya sebagaimana yang diamanatkan oleh Konperensi/Konsultasi Pendidikan Teologi 1968. (Krise Anki Gosal)
Be the first to comment