JAKARTA,PGI.OR.ID-Reformasi yang dilakukan oleh Martin Luther di abad 16 tidak hanya berpengaruh terhadap gereja, tetapi juga dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan, tidak hanya di Jerman tetapi juga seluruh dunia.
Demikian ditegaskan Prof. Dr. Hans-Peter Grosshans dari Universitas Munster, Jerman, saat memberikan kuliah umum mengenai 500 Tahun Reformasi, di Lt 3 Grha Oikoumene, Jakarta, Selasa (6/11). Prof. Hans, yang datang ke Indonesia atas undangan Kedutaan Jerman di Indonesia ini, sebelumnya memberikan kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta mengenai topik yang sama.
Dampak reformasi menurut Prof. Hans antara lain, kekristenan tidak lagi terpusat pada Gereja Katolik Roma. Reformasi telah menggeser medan yang ada mengingat berkembangnya kemajemukan spiritualitas di Eropa. Hal ini kemudian memunculkan beragam denominasi di Eropa dan kemudian menyebar ke berbagai tempat. Dalam konteks ini, penerjemahan Alkitab memiliki peran penting mengingat orang tidak lagi membaca Alkitab dalam bahasa tunggal (bahasa Latin). Sebaliknya, Alkitab mulai hidup dalam bahasa dan dunia lokal yang praktis berbeda dari pusat kekuasaan di Roma. Karena itu, tidak mengherankan kalau landscape kekristenan pun mengalami mengalami pergeseran.
Demikian pula dengan keterlibatan perempuan dalam gereja. “Kalau kita lihat pada agama-agama sangat jarang keterlibatan perempuan, selalu laki-laki yang menjadi pemimpin. Tetapi dalam trasidi Protestan terjadi sebuah pergeseran setelah memakan waktu yang cukup lama, dan kita terus berjuang ke arah kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, akhirnya perempuan sekarang bisa menjadi pemimpin. Sesungguhnya ini diawali dengan pemikiran-pemikiran Martin Luhter yang mengatakan siapapun yang telah dibaptis dapat menjadi seorang pemimpin di gereja, pemimpin jemaat,” papar Prof. Hans.
Dan karena itu, kesetaraan dalam pendidikan pun dibutuhkan. Inilah yang kemudian ikut memperkuat kemandirian perempuan di tengah masyarakat. Apa yang tampak adalah kesetaraan dan penguatan pendidikan bagi semua orang. Dan sebagaimana diketahui, pendidikan berkontribusi untuk memperkuat kemandirian seseorang. Olah karena itu, membaca reformasi tidak bisa dilepaskan dari kontribusinya bagi dunia pendidikan.
Dalam konteks dunia pendidikan, sistem pendidikan yang dicetuskan oleh Philip Melangthon, sang bapak Pendidikan Jerman, hingga kini masih dipakai dan menyebar ke berbagai daerah di Jerman, dan masih dipegang hingga sekarang.
Dalam hal relasi etos kerja dan kapitalisme, Prof. Hans memandang bahwa relasi tersebut sangat lemah. Reformasi justru memuat di dalamnya kritik terhadap kapitalisme. Oleh karena itu, yang sesungguhnya terjadi adalah pergeseran tipe ideal yang dulu berpusat pada kehidupan monastik (selibat, kemiskinan dan ketaatan) ke arah kehidupan yang lebih menonjolkan keterlibatan sosial.
“Mengapa etos kerja bagian penting dari reformasi, karena sebetulnya reformasi ini membuat adanya perubahan dalam apa yang menjadi sebuah kekristenan yang ideal. Sebelumnya yang merupakan kekristenan yang ideal adalah kehidupan di biara, kehidupan yang selimbat, taat dan sederhana. Tetapi kemudian hal ini berubah ketika adanya reformasi,” jelasnya.
Dan karena itu, kehidupan selimbat bergeser menjadi pernikahan dan keluarga. Kemiskinan bergeser menjadi kerja yang profesional, rajin dan juga memiliki properti dalam masyarakat. Sedangkan ketaatan menjadi penerimaan pada hukum berdasarkan kebebasan dan keadilan. Untuk mewujudkan semua ini maka dibutuhkan etos kerja yang baik.
Pada kesempatan itu, Prof. Hans juga mengungkapkan figur Martin Luther sebagai sosok yang berpegang teguh pada hati nurani dan Firman Tuhan. “Contoh dalam pengadilan Martin Luther terkait 95 dalil, dia tidak mau menarik pernyataanya, karena merasa akan bertentangan dengan hati nuraninya. Hal ini sekaligus memperlihatkan kontribusi lainnya dari reformasi, yakni soal integritas individu yang mendapat tempat di hadapan otoritas gereja (kolektif dan institusional). Dalam konteks ini juga kita bisa membaca tekanan Luther pada kemerdekaan individu yang sesungguhnya menggeser dominasi kolektif.
“Jika kita yakin bahwa ini adalah kebenaran maka kita tidak bisa digoyahkan. Dalam komunitas kita butuh individu yang mau bertahan kepada prinsip yang diyakini,” jelasnya.
Hal lain yang sangat penting ketika bicara Reformasi, lanjut Prof. Hans, yaitu peranan media komunikasi pada zaman itu. Pada masa menjelang Reformasi Guttenberg baru menciptakan mesin cetak yang membuat proses cetak menjadi lebih cepat, dan Martin Luther adalah salah satu yang pertama yang menggunakan teknologi tersebut, untuk mencetak buku-buku dan juga tulisan-tulisannya.
Be the first to comment