Pokok-pokok Rekomendasi Konas Muger 2014

PGI – Jakarta. Konsultasi Nasional Musik Gereja (Konas Muger) yang berlangsung sejak 16-18 Juni 2014 di Graha Bethel Indonesia, Jakarta usai sudah. Selama tiga hari berturut-turut, seluruh peserta telah menggumuli bersama-sama seputar musik dan nyanyian gereja.

Diakhiri kegiatan, para peserta mengeluarkan Rekomendasi Konas Muger III yang ditujukan kepada Yamuger, PGI, dan Gereja-gereja di Indonesia.

Pokok-pokok Rekomendasi Konas Muger 2014

Para peserta Konas Muger 2014 telah menunjuk 5 orang perumus rekomendasi. Mereka adalah Pdt. Tanto Kristiono (GKJ), John Posma Lumbantobing (GKPI), Olvi Prihutami (PGI), Ernest Mariyanto  (Yamuger), Chrismaryadi Budhisetiawan (Yamuger). Dari Tim Perumus ini, Konas Muger 2014 mengeluarkan pokok-pokok rekomendasi, antara lain:

  1. Pembuatan/penyusunan Buku Kidung Keesaan/Oikoumene
  2. Memasukkan Musik Etnik dalam Ibadah (ritual dan selebrasi) Gerejawi
  3. Penggunaan Musik pop rohani/musik gereja kontemporer dalam peribadahan
  4. Memberdayakan Teknologi Informasi (Information Technology – IT) Sebagai Penunjang Ibadah

Pokok-pokok Rekomendasi Konas Muger 2014 tersebut didasarkan pada pertimbangan pokok-pokok pergumulan gereja-gereja dari berbagai aras denominasi. Selama tiga hari pelaksanaan Konas Muger ini, para peserta telah mendiskusikan, berdialog, dan sharing pergumulan.

Proses pengidentifikasian, pengelobrasian dan perumusan rekomendasi didasarkan pada:

  1. Teologi-eklesiologi. Teologi-eklesiologi menjadi penting karena Gereja harus terbuka terhadap reinterpretasi atas teologi yang dimilikinya selama ini untuk diperbaharui seiring keadaan konteks eklesiologi yang menyertainya. Di sini musik gereja berpengaruh dalam proses penguatan iman dan nyanyian umat mengalami perjumpaan personal-komunal dengan Tuhannya.
  2. Pemahaman tentang Musik Gereja. Hakikat musik adalah universal. Meskipun musik gereja lahir dari persekutuan Kristen, tetapi universalitasnya tetap melekat. Karena itu, musik gereja seharusnya dapat diterima semua gereja lintas denominasi, dan semua orang percaya dari semua jenjang usia, serta jenis musik yang dipakainya pun menjangkau untuk semuanya.
  3. Kontekstualisasi Musik Gereja. Gereja lokal perlu didorong untuk mengimplementasikan musik gereja dalam bingkai budaya lokal. Selain itu, kontekstualisasi musik gereja perlu juga mempertimbangkan tanggapan terhadap situasi sosial, politik, ekonomi masyarakat, bangsa dan negara di mana gereja hadir dan berkarya serta mencermati kebutuhan generasi muda dengan gaya musik modern.
  4. Keberadaan Musik “Kontemporer”. Keberadaan musik “kontemporer” tidak dapat kita elakkan. Kita harus secara kreatif dan inovatif mengakomodir musik “kontemporer” dalam peribadatan, tetapi kita juga harus kritis dan selektif.
  5. Pengembangan Musik Gereja yang Ekumenis. Kita perlu memikirkan bagaimana mengembangkan nyanyian dan musik gereja dapat diterima berbagai denominasi gereja. Nyanyian dan Musik Gereja seperti ini mampu membangkitkan rasa kebersamaan dan solidaritas dalam persekutuan. Pengembangan tersebut mengarah pada gerakan oikoumene untuk mewujudkan keesaan gereja melalui media musik.

Penulis: Boy Tonggor Siahaan dan Markus Saragih
Foto:Markus Saragih

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*