JAKARTA,PGI.OR.ID-Selain memilih kepala dan wakil kepala daerah, penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) adalah momentum memupuk toleransi, menghargai perbedaan pendapat, negosiasi kepentingan rakyat dan membangun kontrak politik antara pemilih dengan pasangan calon.
“Itulah kenapa partisipasi dan keterlibatan pemilih menjadi sangat penting,” kata Masykurudin Hafidz, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), di Jakarta, Rabu, 15 Juni 2016.
Menurut Masykurudin, bagaimana masyarakat pemilih menjadi aktor utama dalam menentukan calon pemimpin daerahnya dengan cara sesubtansial mungkin, itu yang lebih penting untuk diwujudkan. Dan fakta Pilkada serentak pertama menunjukkan, semakin banyak jumlah pasangan calon, semakin meningkatkan partisipasi pemilih. Interaksi antara pasangan calon dalam memperebutkan suara pemilih menjadikan kualitas Pilkada semakin baik.
“Makanya, jangan sampai pelaksanaan Pilkada hanya diikuti satu pasangan calon. Berbagai kepentingan masyarakat pemilih harus diakomodasi dalam jumlah pasangan calon yang representatif,” katanya.
Pilkada Jakarta misalnya, kata dia, sangat berbeda dengan pesta politik di daerah lainnya. Ia berpendapat pelaksanaan Pilkada di Ibukota sebaiknya dilakukan dua putaran. Kata dia, ini semata-mata untuk menunjukkan legitimasi dan kemenangan berdasarkan suara mayoritas mutlak. Akuntabilitas calon pemimpin benar-benar diawali dengan syarat kemenangannya lebih dari setengah suara pemilih.
“Oleh karena itu, peluang melalui jalur perseorangan lebih-lebih jalur partai politik harus dimanfaatkan betul,” katanya.
Hal ini, kata dia, agar Jakarta menjadi miniatur Pilkada yang tidak hanya memilih gubernur dan wakil gubernur tetapi juga sebagai sarana mengembangkan keragaman pendapat serta proses negosiasi kepentingan masyarakat pemilih. (AS)