Pidanakan Meliana, Polres Tanjung Balai Keliru Tegakkan Hukum

Polisi masih berusaha memastikan unsur penistaan agama dalam pernyataan M, seorang perempuan yang meminta volume suara masjid dikecilkan di Tanjung Balai, Sumatera Utara

JAKARTA,PGI.OR.ID-Rencana Polres Tanjung Balai mempidanakan Meliana, yang memprotes suara adzan, adalah kekeliruan penegakan hukum. Selain UU No. 1/PNPS/1965 merupakan produk hukum diskriminatif, penerapan ketentuan penodaan agama pada Meliana juga tidak berdasar. Polri sudah berada di jalan yang tepat dengan menangkap pihak-pihak yang melakukan kekerasan dalam bentuk pembakaran tempat ibadah.

Demikian siaran pers Setara Institute yang dikeluarkan belum lama ini. Mempidanakan Meliana, menurut Setara Institute justru hanya akan menunjukkan ketegangan antaragama. Berbeda dengan menetapkan tersangka pembakaran, yang nyata-nyata telah merupakan tindak pidana.

Sebab itu, Setara Institute menegaskan, pertama, bahwa hak kebebasan beragama/berkeyakinan merupakan hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi (Pasal 28E ayat (1) UUD 1945). Hal demikian tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights)pada tataran forum internum. Adapun praktik dan ekspresi keberagamaan (forum internum) tunduk pada ketentuan undang-undang terkait kepentingan publik. Dengan demikian, segala bentuk ibadah, ritual keagamaan, dan praktik keagamaan dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kedua, protes atau keberatan Meliana terhadap polusi suara yang bersumber dari pengeras suara masjid sebagai mana peristiwa di atas bukan merupakan tindak pidana, karena tidak ada hak orang yang dilanggar, karena Meliana hanya berkeberatan atas suara adzan yang menurutnya terlalu keras. Keberatan semacam itu juga tidak termasuk tindakan intoleransi dalam beragama.

Ketiga, tidak ada unsur pidana dalam tindakan keberatan seseorang atas situasi yang dianggap mengganggu ketenangan hidupnya. Tidak ada unsur penghinaan, pencemaran nama baik maupun perbuatan tak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, maupun penyebaran kabar bohong, sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU No. 11/2008 tentang ITE.Justru dalam hal ini negara melalui aparatusnya berkewajiban melindungi hak kebebasan menyampaikan pendapat Meliana, bukan memidanakannya. Bahwa protes tersebut dapat menimbulkan ketersinggungan, hal itu merupakan soal tata kelola komplain dan manajemen sosial tentang toleransi yang tidak kuat.

Keempat, aparat kepolisian harus lebih cermat dan berhati-hati dalam menjalankan kebijakan terkait ujaran kebencian kerena berpotensi memberangus hak kebebasan berekpresi warga negara untuk tidak melakukan kriminalisasi yang dalam konteks peristiwa ini seharusnya mendapatkan perlindungan.