JAKARTA. PGI.OR.ID. “Aku ingin bersiap-siap. Aku tidak takut mati, jika aku mati, aku ingin kalian semua menerimanya, dan jangan mempertanyakan kepada Tuhan mengapa ini harus terjadi, sebab aku bahagia karena akan menuju sorga. Dan aku percaya suatu hari nanti kita semua akan bertemu di sorga,” demikian kata-kata Mary Jane Fiesta Veloso (29) – kasus terpidana mati kasus narkoba – yang dituturkan Maritess Veloso kepada MPH PGI sambil sesekali menyeka air matanya yang berlinang, Senin (20/4) di Grha Oikoumene, Jakarta.
Maritess menceritakan percakapan-percakapannya dengan adiknya, ketika mereka bertemu di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas IIA Wirogunan Yogyakarta, dan juga kontak melalui surat dan telepon yang dapat mereka lakukan.
“Dia sangat kuat. Ketika saya tanya kenapa kamu bicara seperti itu, kami tahu kamu tidak bersalah? Dia jawab, Tuhan dan semua tahu saya tidak bersalah. Saya hanya ingin kalian tahu bahwa saya sudah siap. Berbahagialah untuk saya karena saya akan bersama Tuhan di sorga,” kisah Maritess.
Marittes Veloso berkunjung ke Grha Oikoumene dengan didampingi Karsiwen dari Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ABMI) dan Connie Bragas-Regaldo dari Migrante Internasional. Mereka diterima oleh MPH PGI yang terdiri dari Pendeta Henriette Lebang, Pendeta Krise Gosal, Arie Moningka dan juga Jeirry Sumampow.
Sang adik bungsu, Mary Jane Fiesta Veloso adalah terpidana mati kasus narkoba. Dia ditangkap di Bandara Adisutjipto, Sleman, pada April 2010, karena kedapatan membawa heroin seberat 2,6 kilogram. Warga Filipina ini kemudian menjalani proses hukum dan divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Sleman. Upaya hukum terakhirnya yaitu Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung (MA).
Menjelaskan duduk perkara yang dialami oleh Mary Jane dari awal kejadian di negaranya, Connie Bragas-Regaldo mengatakan bahwa Mary Jane sesungguhnya adalah korban dari perdagangan manusia (Human Trafficking). Sebab itu, Migrante Internasional akan terus berjuang mengusut kasus tersebut dan berupaya hukuman mati yang dijatuhkan bisa dibatalkan. Saat ini banyak lembaga dan NGO, salah satunya adalah KOMNAS Perempuan, yang ikut bersama-sama berjuang.
Pada kesempatan itu, Pendeta Henriette Lebang Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan rasa empati terhadap kasus yang menimpa Mary Jane dan terkait praktik hukuman mati, PGI telah menyampaikan pernyataan sikap penolakan kepada Presiden Joko Widodo. Sikap tegas PGI adalah bahwa tidak seorang pun memiliki hak untuk mencabut nyawa seseorang.
“Memang kelihatannya belum membuahkan hasil tetapi kami akan terus menyuarakan ini, dan melakukan advokasi terkait hukuman mati,” kata Pendeta Henriette. Menanggap kasus yang menimpa Mary Jane, menurut Pendeta Henriette yang penting adalah tetap berdoa dan berharap agar hukuman mati tidak jadi dilaksanakan.
Dalam pertemuan dengan keluarga Mary Jane tersebut juga ditunjukkan sebuah video yang menggambarkan kehidupan keluarga Veloso. Ketika mengakhiri pertemuan, Pendeta Henriette Lebang mengajak berdoa bersama bagi Mary Jane dan semua upaya yang tengah dilakukan untuk menegakkan keadilan bagi Mary Jane.
Sikap Komnas Perempuan
Komnas Perempuan merekomendasikan pengampunan bagi Mary Jane Veloso, seorang buruh migran asal Philipina yang diduga sebagai korban human trafficking di negaranya. Komnas Perempuan juga mendorong Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menindaklanjuti rekomendasi untuk memfasilitasi dan melakukan rapat koordinasi antara Kementerian Luar Negeri, Menteri Tenaga Kerja, BNP2TKI dengan para stakeholder menyikapi sistem hukum negara tujuan yang tidak terjangkau negara.
Dalam kasus hukuman mati, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Sipil Politik dan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan serta penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat kemanusiaan.
Menurut Komnas Perempuan, pengampunan Mary Jane bisa menjadi celah legitimasi moral bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan pembebasan bagi buruh migran yang terancam hukuman mati, termasuk korban trafficking yang terjebak dalam sindikat narkoba.