Pencabutan Perpress Miras Dinilai Tepat

JAKARTA, PGI.OR.ID – Pencabutan Peraturan Presiden (Perpress) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang usaha Penanaman Modal terkait pembukaan investasi baru dalam indsutri minuman kerasdisampaikan Presiden Jokowi melalui media sosial resminya pada Senin (2/3) dinilai tepat oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Saya mengikuti dan memantau perbincangan mengenai lampiran Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras. Setelah menerima masukan dari para ulama, MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, ormas-ormas lain, tokoh-tokoh agama, juga masukan dari provinsi dan daerah, maka saya memutuskan untuk mencabut lampiran Perpres tersebut. Dengan pencabutan ini, lampiran tersebut dinyatakan tidak lagi berlaku. Terima kasih. Demikian pernyataan pencabutan perpres tersbut.

Pencabutan tersebut diapresiasi oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Menurut Pdt. Jacky Manuputty Sekretaris Umum PGI, apa yang dilakukan Presiden Jokowi sudah tepat. “Kalau presiden mencabutnya maka sudah tepat karena khusus untuk minol tidak perlu dibuatkan perpres baru. Bisa diberlakukan perpres yang sudah ada, yakni perpres No. 74 tahun 2013. Di situ sudah cukup jelas landasannya bagi pengelolaan industri miras di Indonesia. Yang penting tata kelolanya diatur baik,” kata Pdt. Jacky.

Ada beberapa daerah yang telah memiliki industri minuman keras berdasafr kearifan lokal. Menurut Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia investasi miras dibuka di empat provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Papua, yakni demi kearifan lokal wilayah tersebut.

“Salah satu pertimbangan pemikiran kenapa ini (izin investasi dibuka) untuk di beberapa provinsi itu saja karena memang di daerah itu ada kearifan lokal. Jadi dasar pertimbangannya itu adalah memperhatikan masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat terhadap kearifan lokal,” katanya seperti dilansir Antara, Jakarta, Rabu (3/3/2021).

“Sebetulnya diperlukan pengaturan soal produksi miras ini, karena dalam praktiknya secara tradisional diproduksi di beberapa daerah. Selain itu sejak lama juga sudah ada pabrik bir serta pabrik wine di Bali dan lainnya. Semuanya ini membutuhkan pengaturan termasuk kontrol dalam distribusi.” ujarnya.

 

Pewarta: Phil Artha