JAKARTA,PGI.OR.ID-Keinginan untuk memperkuat komunikasi dalam rangka merawat hubungan antaragama mendorong Said Aqil Siroj (SAS) Institute, dipimpin oleh M. Imdadun Rahmat sebagai Direktur SAS, berkunjung ke Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), di Grha Oikoumene, Jakarta, Rabu (16/5).
Ledakan politik identitas yang begitu kental dalam Pilkada Jakarta dan rangkaian aksi teror di tanah air menjadi keprihatinan SAS Institute. Karena itu, SAS Institute menyampaikan belasungkawa dan keprihatinan yang mendalam atas serangan terhadap kebhinnekaan dan jatuhnya korban di beberapa lokasi.
Ketua Umum PGI, Pdt. Henriette T. Lebang, mengucapkan terima kasih atas kedatangan SAS Institute dan menyampaikan bahwa apa yang terjadi akhir-akhir ini merupakan luka bersama yang membutuhkan penanganan bersama, khususnya terkait generasi muda yang saat ini terjangkit intoleransi. Ini sejalan dengan posisi SAS Institute yang berupaya menerjemahkan pemikiran-pemikiran moderat Said Aqil Siroj kepada generasi muda. Berbagai sarana teknologi yang dekat dengan generasi muda pun digunakan untuk mensosialisasikan ide-ide keindonesiaan.
Dalam pembacaan SAS Institute, aksi teror yang terjadi akhir-akhir ini baru merupakan permulaan. Sel-sel kelompok radikal tidak hanya terkait dengan orang-orang yang kembali dari Afganistan, namun ada juga ratusan orang yang kembali dari perang di Suriah. Mereka ini akan menyebar dan membetuk sel-sel di Indonesia. Ini tidak mudah ditangani, apalagi ada keterbatasan payung hukum untuk mengambil langkah preventif.
SAS Institute dan PGI sependapat bahwa pemerintah butuh dukungan masyarakat sipil untuk melawan terorisme, termasuk dukungan untuk mendorong pengesahan revisi UU Anti-terorisme. Bagi SAS Institute, UU Anti-terorisme tetap diletakkan dalam bingkai criminal justice system di mana posisi tetara adalah pihak yang dilibatkan (military engagement). Ini sejalan dengan posisi PGI yang menginginkan adanya kehati-hatian agar tentara tidak dijadikan alat kekuasaan sebagaimana yang terjadi di masa Soeharto. (Beril Huliselan)
Be the first to comment