AMBON, PGI.OR.ID – Selama delapan dekade GPM telah memainkan peran penting untuk mewujudkan perdamaian yang hakiki di Maluku maupun Indonesia secara umum, demikian disampaikan oleh Pendeta Henriette Hutabarat-Lebang, Ketua Umum PGI pada perayaan HUT Jubelium ke-80 Gereja Protestan Maluku (GPM) di Ambon, Minggu (6/9).
Henriette menambahkan: “Selama delapan dekade melakukan peran strategis, tidak hanya untuk proses menanam, menyiram dan bertumbuh, tetapi juga sebagai gereja terkemuka di tanah air GPM telah mewartakan kabar perdamaian bagi semua umat dan masyarakat. Perdamaian yang tercipta di Maluku merupakan salah satu bukti peranan GPM bersama seluruh pimpinan agama dan pemerintah untuk mewujudkan perdamaian serta membangun persaudaraan antarumat beragama dan masyarakat.”
GPM sebagai salah satu organisasi gereja tertua di Tanah Air, telah memainkan peranan penting, terutama menggalang kekuatan bersama pimpinan agama lainnya untuk membangun rasa saling percaya dan persaudaraan antarumat beragama di Maluku, untuk bersama-sama bertumbuh tanpa memandang perbedaan dan kemajemukan.
Dalam gerakan oikoumene, GPM juga telah berperan penting sebagai pencetus berdirinya PGI pada 1950 yang saat itu masih bernama Dewan Gereja Indonesia (DGI). Begitupun sejumlah tokoh GPM turut berkontribusi besar terhadap perkembangan musik gerejawi di tanah air. Peran dan kontribusi GPM tidak hanya di Maluku, Maluku Utara dan sejumlah provinsi lain, tetapi secara menyeluruh di Indonesia bahkan di Asia bahkan di dunia ini.
Pendeta Henriette berharap, GPM terus membangun komunikasi dan dialog bersama komponen agama lainnya sehingga dapat bertumbuh bersama sebagai sebuah kekuatan dan kesatuan yang tidak terpisahkan serta bersama-sama bergandengan tangan merajut perdamaian, memajukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, Pendeta John Chr. Ruhulessin, M.Si, Ketua Umum Sinode GPM, mengungkapkan bahwa delapan dekade GPM, masih terus bergumul dengan masalah kemiskinan, keterisolasian wilayah, hasil pembangunan yang belum merata, dan lainnya. Pada level yang lain, masih tinggi angka penyalahgunaan obat-obatan terlarang, masih ada stigmasi terhadap ODHA, stigmatisasi sosial-politik terhadap masyarakat Maluku. Semua itu adalah juga masalah keumatan yang harus dipecahkan GPM bersama dengan seluruh stakeholders lainnya.
“Di situlah kita belajar tentang bagaimana menjadi gereja yang peduli. Kepedulian gereja ibarat tugas menyiram benih dan merawatnya agar tumbuh subur. Gereja belajar memiliki spirit itu dengan membentuk carapandang yang terbuka tentang sesama. GPM harus lebih inklusif sambil mencari pada pranata apakah seluruh problematika keumatan itu dapat kita tanggulangi? Pertanyaan itu menuntun saya untuk merefleksikan kembali makna keluarga dalam strategi pembinaan umat GPM,” katanya.
Keluarga, lanjut John, adalah pranata yang tepat untuk menyelesaikan seluruh permasalahan keumatan dan kemasyarakatan. Itulah sebabnya, dalam rangka HUT Jubelium ke-80 GPM, sesuai Rekomendasi Konsultasi Studi Gerejawi 31 Mei-5 Juni 2015, pada 30 Agustus 2015, telah meminta agar persidangan sinode, 30 Agustus ditetapkan sebagai hari Pembinaan Spiritualitas Keluarga GPM, dan harus dijadikan bagian program pelayanan gereja di jemaat-jemaat.
Pembinaan spiritualitas keluarga harus dilihat sebagai proses mengintegrasikan kembali keluarga-keluarga jemaat. Sebab di era digitalisasi dewasa ini, perjumpaan langsung antar anggota keluarga menjadi terbatas. Ruang perjumpaan diganti dengan gadget atau sarana-prasarana IT.
Perayaan HUT Jubelium ke-80 GPM dihadiri seluruh pimpinan klasis dan pendeta yang bertugas di Maluku dan Maluku Utara, termasuk puluhan pimpinan gereja di Papua dan Papua Barat, 14 Ketua Sinode Gereja Protestan di Indonesia. Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Robert O Blake Jr juga hadir dalam perayaan ini.
Syukuran HUT yang dilakukan secara sederhana ini, menampilkan pentas musik kreatif oleh anak-anak Sekolah Minggu Tunas Pekabaran Injil (SMTPI) yang memainkan alat-alat musik tradisional yang dibuat dari barang-barang bekas, serta sejumlah penyanyi nasional berdarah Maluku di antaranya Masnait Grup, Yopie Latul, Christ Manusama, dan Kor Tetelepta.
Dalam syukuran dilaksanakan juga peluncuran buku ‘Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram dan Bertumbuh’ oleh Pendeta John Ruhulessin. (malukupost)