JAKARTA,PGI.OR.ID-Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama organisasi masyarakat sipil seperti Asosiasi LBH Apik, LBH Jakarta, PKBI, ICRP, dan IFLC kembali melanjutkan diskusi mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) di Grha Oikoumene, Jakarta, Rabu (6/6).
Diskusi lanjutan ini bertujuan membahas kembali Penyusunan DIM Masyarakat Sipil atas RUU-PKS yang telah diadakan sebelumnya. PGI bersama organisasi-organisasi tersebut memperjuangkan hak-hak terhadap korban kekerasan seksual, yang sering diabaikan, juga bagaimana korban untuk mendapatkan perlindungan, rasa aman, dan pendampingan. Diharapkan dalam RUU-PKS berspektif korban.
“Perlu terobosan baru untuk hasil yang lebih baik memberikan hukuman kepada pelaku demi perlindungan terhadap korban. Bukan hanya kata-kata saja, melainkan mengadakan one stop crisis center di setiap daerah di Indonesia. Jadi, korban yang dalam masa trauma, sulit untuk dimintai keterangan, tidak lagi terus menerus datang ke kantor polisi melainkan kepolisian yang datang menemui korban, baik di rumah dan rumah sakit. Dalam arti polisi yang menjemput bola,” Ujar Ratna Batara Munti dari Asosiasi LBH Apik.
Perwakilan lembaga yang hadir sangat antusias dalam memberikan ide-ide demi memperjuangkan hak-hak korban kekerasan seksual dalam Pasal 22 RUU-PKS ini. Hal tersebut penting mendapat perhatian mengingat semakin maraknya kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dan tidak terwujudnya hak-hak yang seharusnya diterima oleh korban. Para korban membutuhkan pelayanan yang terpadu, dalam hal penanganan, perlindungan dan pemulihan.
Dalam diskusi tersebut dijadwalkan akan melakukan kunjungan untuk sekedar berdiskusi dengan para anggota-anggota Parpol, diantaranya Partai Nasdem, Partai Golkar dan Partai PDIP. (Marlince Tobing & Nadia Manurung)
Be the first to comment