PGI Bersama Kelompok Masyarakat Sipil Sikapi UU PMI

Bersama-sama menggodok draft PP terkait UU PMI di kantor Migran Care, Kamis (22/2)

JAKARTA,PGI.OR.ID-Undang-undang Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah disahkan oleh pemerintah Indonesia pada bulan Oktober 2017 yang diberi No: 18/2017 tentang PMI. Turunan dari Undang-undang dimaksud terus menjadi konsern PGI (Bidang KP dan Biro Perempuan Anak) dalam mengadvokasi bersama jejaring Komnas Perempuan dan Mitra advokasi Pekerja Migran seperti Migran Care, Kabar Bumi, dan lainnya.

Ada kebutuhan untuk memastikan bahwa peraturan turunan dari UU tersebut yang dibuat oleh pemerintah dapat sungguh-sungguh mencerminkan aspek perlindungan dan pencegahan tindak pidana diskriminasi kepada pekerja Migran Indonesia. Karena itu, PGI bersama kelompok masyarakat sipil yang tergabung dari berbagai lembaga telah memulai menyusun draft Peraturan Pemerintah (PP) untuk diusulkan kepada pemerintah. Pertemuan jejaring ini di fasilitasi oleh Bid. Keadilan dan Perdamaian PGI karena ini berhubungan dengan advokasi kepada pemerintah/lembaga dan masyarakat.

Sebelumnya PGI terlibat aktif dalam advokasi RUU PMI bersama kelompok masyarakat sipil. Hal mana menjadi perhatian serius PGI karena berdasarkan data yang diterima, korban meninggal dunia yang dikirim ke Indonesia dari negara destinasinya tahun 2017 lalu sangat spektakuler. Menurut data BP3TKI NTT dan Solidaritas Kemanusiaan untuk Korban Perdagangan Orang, angka kematian pekerja migran dari NTT setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Yang paling tragis 2 tahun terakhir jumlah migran yang mengalami kasus hukum dan meninggal dunia khususnya di Malaysia.

PGI dalam koordinasi bersama Sinode GMIT dan GKS telah menginisiasi pembentukan shalter PMI di NTT, sebagai wahana menjawab kebutuhan pelindungan dan pengawasan terhadap diskriminasi dan jatuhnya korban sia-sia sebagai akibat dari tidak terpenuhinya hak-hak pekerja migran Indonesia dari daerah asal sampai negara destinasi.

Selain dari shalter di NTT, sebetulnya Gereja-gereja di Indonesia sudah memiliki pengalaman dalam mengelola shalter PMI dan kekerasan terhadap perempuan, seperti yang dimiliki oleh Sinode Gereja Kristen Pasundan (GKP) dan Sinode Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Diharapkan kirannya shalter ini dapat dikembangkan di wilayah lain untuk lebih maksimal melayani kebutuhan masyarakat tertutama dalam rangka perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia yang umumnya menjadi korban termasuk perempuan. (Pdt. Henrek Lokra)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*