Pewartaan Agama Dinilai Sensitif, SEJUK Rilis Buku “Mewartakan Agama”

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) menggelar serangakaian acara mulai dari pameran foto, launching buku terjemahan, dantalkshow.

Acara bertemakan “Freedom in Harmony” ini merupakan hasil dari ajang kompetisi dan sebagian  dari aktivitas SEJUK sendiri.

Buku berjudul “Mewartakan Agama”, yang dirilis oleh SEJUK menjadi bahan diskusi dalam talkshow yang mengundang Direktur EksekutifThe International ASSOCIATION Religion Journalist (IARJ), Endy M. Bayumi, Komisioner Komnas Perempuan Masruchah, dan Yoseph Adi Prasetyo dari dewan pers.

Endy menuturkan ada kecenderungan para jurnalis di tanah air untuk menghindari pemberitaan mengenai agama. Bagi Endy hal tersebut merupakan sebuah anomali di tengah masyarakat yang religius seperti Indonesia.

“Ada sekularisasi dalam berita,” tegasnya menafsirkan pikiran jurnalis di tanah air dalam peliputan hal-hal berkaitan dengan agama.

Padahal, Endy melanjutkan, agama seharusnya menjadi salah satu prioritas dalam pewartaan. Keengganan para wartawan untuk meliput fenomena atau kejadian yang berbau agama secara mendalam, Endy yakini, berdampak buruk pada masyarakat.

“Ada keminderan para jurnalis ketika meliput agama karena ketidakpahaman terhadap isu dan istilah-istilah,” ucapnya.

Endy mengaku ada kekeliruan dalam pemberitaan di Barat saat menggunakan istilah-istilah agama.

Jihad, ungkap Endy, telah dikonotasikan negatif dengan kelompok militan Islam. “Padahal kan bagi kita, jihad ini sakral sekali,” kata Endy

Pada titik inilah, Buku Mewartakan Agama yang merupakan terjemahan ini, ucap Endy, menjadi krusial.

“Saya pernah bertemu dengan rekan saya di Afrika Selatan yang menggunakan istilah Jihad sebagaimana di Barat. Lalu saya berikan buku ini. Sejak saat itu, dia tidak lagi menggunakan istilah Jihad bagi para militan Islamis, tapi fighters,” ucap Endy.

Pemahaman yang baik mengenai visi agama merupakan hal penting yang harus dipahami oleh wartawan. Demikian, Masruchah, mengidealkan kemampuan pewarta meliput sesuatu fenomena agama.

“Agama-agama memang memiliki visi yang baik, tapi pada faktanya di tanah air terjadi konflik-konflik yang dimotori oleh agama,” imbuhnya.

Wartawan, kata komisioner Komnas Perempuan itu, penting untuk menyoroti korban dalam konflik antar umat beragama.  (icrp-online.org)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*