Pesan Sidang Sinode XXVII GKJ

Para moderamen dalam Sidang Sinode ke-28 GKJ di Magelang (2-6/12). (Foto: panitia sidang)

MAGELANG,PGI.OR.ID-Sidang Sinode XXVII Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ) telah mengeluarkan apa yang disebut Pesan Sidang Sinode XXVII GKJ, pada Kamis (4/12), di Magelang, Jawa Tengah. Persidangan sendiri berlangsung sejak 2-6 Desember 2019. Adapun pesan-pesan tersebut, yaitu:

  1. Pluralitas

Pluralitas adalah anugerah dan kekayaan yang harus kita rawat dan hidupi. Bertolak dari realitas yang ada, disadari bahwa ada berbagai tantangan pluralitas, di antaranya: kecurigaan, konflik, dan semakin maraknya tindakan intoleransi dalam berbagai bentuk dan diberbagai lini kehidupan di Indonesia. Di tengah tantangan tersebut, gereja dipanggil secara kreatif untuk: 1) Menggelorakan praktik hidup yang toleran. 2) Mengembangkan kerja sama lintas iman di semua lini. 3) Mengembangkan pendidikan inklusif baik dalam pembinaan warga gereja dan pendidikan formal.

  1. Politisasi SARA

Cita-cita mulia dari politik adalah kesejahteraan bersama dengan cara mengatur kehidupan bersama. Politik sering kali dipahami sebagai upaya mencapai kekuasaan semata. Dalam realita, proses berpolitik di Indonesia untuk meningkatkan elektabilitas sering kali menggunakan politisasi SARA yang berakibat pada meningkatnya sektarianisme, melemahnya daya rekat dalam masyarakat yang berujung pada konflik SARA. Di tengah situasi itu, GKJ dipanggil untuk: 1) mengambil bagian dalam program-program pendidikan politik, 2) mengembangkan spiritualitas kehadiran gerejawi yang ramah terhadap keberbagaimacaman SARA, 3) berpartisipasi secara aktif dan kritis dalam setiap pesta demokrasi, 4) memperkuat pemahaman kebangsaan untuk melawan praktik politisasi SARA.

  1. Ketidakadilan

Setiap manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah yang memiliki martabat yang setara. Dalam realitanya, terjadi ketimpangan relasi kerena penyalahgunaan kewenangan. Kelompok-kelompok yang rentanlah yang lebih mengalami ketidakadilan itu, di antaranya: anak, perempuan, penyandang disabilitas, kelompok dengan orientasi seksual yang berbeda, orang miskin, dan kelompok rentan lainnya. Menghadapi realitas tesebut, GKJ dipanggil untuk: 1) membangun komunitas gereja yang ramah terhadap anak dan memenuhi empat hak anak (hak hidup, hak bertumbuh dan berkembang, hak berpartisipasi, dan hak mendapat perlindungan), 2) memberikan ruang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam semua aras, 3) membangun komunitas gereja yang ramah terhadap para penyandang disabilitas dan memberi ruang untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan, 4) melawan berbagai bentuk diskriminasi terhadap kelompok rentan, 5) peduli pada penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta keadilan.

  1. Krisis Ekologi

Tuhan menciptakan alam semesta baik adanya. Manusia ditempatkan sebagai bagian dari alam dan dipanggil untuk memelihara serta mengelola alam. Kenyataannya, manusia menempatkan alam hanya sebagai obyek untuk memenuhi keinginannya. Akibatnya, berbagai krisis ekologi, karena tindak ekploitatif, terjadi dalam berbagai bentuk. Dalam situasi krisis ekologi, GKJ dipanggil untuk: 1) mengembangkan spiritualitas hidup keugaharian (cukup bagi semuanya) untuk melawan sikap serakah, 2) mengembangkan teologi ekologi dan membangun gereja yang ramah terhadap lingkungan, 3) merawat dan mengembangkan spiritualitasĀ hamemayu hayuning bawana.

  1. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi

Dampak gejolak ekonomi global telah mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Semua sektor akan mengalami kelambatan pertumbuhan dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam situasi seperti ini, GKJ dipanggil untuk: 1) menghidupi etika Kristen terkait kerja keras, gaya hidup sederhana, dan entrepreneurship 2) gereja, bersama dengan masyarakat, mengembangkan potensi-potensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.

  1. Perkembangan teknologi informasi

Perkembangan teknologi informasi seperti gelombang yang berjalan dengan cepat dan sangat tidak terduga. Dalam perkembangan teknologi informasi ini, GKJ dipanggil untuk: 1) merespons perkembangan teknologi informasi secara positif dan memanfaatkan untuk pengembangan dan pembinaan gereja, 2) melibatkan kaum muda dan milenia untuk berpartisipasi dalam kehidupan bergereja, termasuk dalam pengambilan keputusan, 3) mengembangakan sikap berteologi yang cairĀ (Liquid Church), komunikatif dan terbuka atas hal-hal baru, 4) membangun kehidupan gereja yang lintas generasi (intergenerasional).

 

Pewarta: Markus Saragih