PARAPAT,PGI.OR.ID-Oleh pimpinan Tuhan, Sidang Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPL-PGI) 2016 dapat terlaksana dengan baik di Parapat, Sumatera Utara pada 22-26 Januari 2016. Dijamu oleh keramahtamahan tuan dan nyonya rumah, yaitu Gereja Methodist Indonesia, utusan-utusan yang mewakili 89 gereja anggota PGI dan 28 PGI Wilayah/SAG, serta mitra-mitra PGI dari dalam dan luar negeri menyatu dalam agenda sidang tahunan. Sidang ini diarahkan oleh Tema Sidang Raya PGI XVI/2014 di Nias, yaitu “Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya” (Mazmur 71:20), dan Subtema “Dalam Solidaritas dengan Sesama Anak Bangsa, Kita Tetap Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila, Menanggulangi Kemiskinan, Ketidakadilan, Radikalisme, dan Kerusakan Lingkungan”.
Pikiran Pokok yang dikaji dalam persidangan ini adalah: “Spiritualitas Keugaharian: Tumbuh Bersama Memelihara Keragaman”. Pikiran Pokok ini meneruskan hal yang telah ditekankan pada Sidang MPL-PGI 2015 di Malinau, Kalimantan Utara, tentang Spiritualitas Keugaharian, yaitu sebuah kebijaksanaan hidup bahwa rahmat Tuhan cukup untuk semua ciptaanNya. Karena itu kita didorong untuk mengendalikan diri dan hidup sederhana, dalam semangat kecukupan, dan bersedia berbagi dengan orang lain agar semua mengalami kehidupan yang sejahtera. Spiritualitas Keugaharian ini mendorong kita untuk terus mengembangkan kehandalan kualitas hidup dan pelayanan gereja dan masyarakat Indonesia, sambil memelihara semangat berbagi dan solidaritas, terutama dengan mereka yang paling lemah, yaitu kaum marjinal dan tertindas.
Secara khusus Pikiran Pokok persidangan ini mengaitkan keugaharian dan keragaman. Keragaman telah menjadi ciri keluarga, jemaat, gereja, agama-agama dan masyarakat Indonesia. Kegagalan menyikapi keragaman secara baik akan melahirkan disintegrasi atau perpecahan. Karena itu perlu ada kesediaan untuk terbuka dan menghargai perbedaan serta berdialog dan belajar dari perbedaan yang ada. Keterbukaan untuk menghargai pendapat dan kemampuan berdialog itu perlu dikembangkan antargenerasi, antarsuku dan antar agama maupun dalam hidup keluarga, jemaat, gereja dan masyarakat. Dalam semangat keugaharian dan keragaman, gereja-gereja di Indonesia dan masyarakat bangsa ini perlu belajar menghindari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan verbal, dalam penyelesaian perbedaan pendapat yang acap kali menyebabkan konflik.
Kami bersyukur bahwa Sidang MPL-PGI 2016 diselenggarakan di kota Parapat, di tepian Danau Toba yang indah dan sejuk. Danau Toba adalah karunia Allah yang sangat berharga bagi masyarakat di sekitar Danau Toba, bahkan bagi Indonesia dan dunia. Sayangnya Danau Toba kini terancam oleh industri pengolahan kayu dan agroindustri yang menggunduli hutan di sekitarnya dan tercemar oleh limbah berbagai industri peternakan dan perikanan, serta usaha perhotelan dan pariwisata yang tidak memperhatikan kelestarian dan keindahan Danau Toba. Danau yang indah terancam menjadi kubangan sampah dan limbah. Selain itu longsor dan banjir bandang mengancam kelangsungan hidup masyarakat setempat. Kerusakan lingkungan Danau Toba ini juga menjadi salah satu contoh dari krisis ekologis yang terjadi di berbagai tempat lain di Indonesia. Dalam konteks yang demikian, Sidang MPL-PGI 2016 ini mendukung Gerakan Cinta Danau Toba sebagai langkah bersama pemerintah, masyarakat dan unsur-unsur masyarakat sipil demi penyelamatan lingkungan Danau Toba. Seluruh upaya pengembangan pariwisata di sekitar Danau Toba mestilah ditujukan pada kelestarian dan keindahan Danau Toba, serta kesejahteraan masyarakat di daerah ini.
Selain dianugerahi alam yang indah, masyarakat di sekitar Danau Toba juga mewarisi kekayaan budaya dan adat istiadat. Pada zaman yang sangat kuat dipengaruhi modernisasi dan globalisasi, masyarakat di sekitar Danau Toba dan di berbagai komunitas adat lainnya di Indonesia perlu memelihara jati diri lokal, termasuk rumah adat, bahasa daerah, dan situs-situs budaya. Pada saat yang sama, gereja dan masyarakat perlu tetap kritis pada praktik-praktik budaya yang memiskinkan dan menyebabkan ketidakadilan.
Terkait Tema, Subtema dan Pikiran Pokok persidangan MPL-PGI 2016, kami menyerukan kepada gereja-gereja dan umat Kristen di Indonesia hal-hal berikut ini:
1. Gereja perlu menghidupi spiritualitas keugaharian di tengah kemiskinan dan penderitaan umat serta masyarakat Indonesia. Gereja dan pemimpin-pemimpin gereja mestinya berbela rasa dan tidak menjadi nyaman di tengah kemiskinan masyarakat. Gedung-gedung gereja yang megah, dalam konteks kemiskinan umat dan masyarakat, menunjukkan belum diwujudkannya Spiritualitas Keugaharian di kalangan gereja-gereja di Indonesia. Gereja-gereja perlu mendayagunakan seluruh kapasitas yang dimilikinya untuk menjadi tanda rahmat bagi masyarakat, bangsa, dan alam Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menjauhkan diri dari etos hidup yang konsumtif, pamer kemewahan dan kekuasaan, boros, eksploitatif, instan, dan tidak ramah lingkungan. Sebaliknya gereja-gereja perlu hidup sederhana sesuai doa Yesus: “…berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” (Matius 6:11). Spiritualitas Keugaharian juga dapat terwujud melalui upaya gereja-gereja menahan diri untuk tidak mengumbar simbol-simbol gerejawi, seperti salib, di ruang publik.
2. Gereja-gereja anggota PGI –yang beragam dalam hal sumber daya, dana dan teologi– perlu terus mengembangkan kesediaan dan kemampuan untuk saling berbagi. Pola relasi antar jemaat dan antar gereja mestinya diarahkan pada saling melengkapi dan memperkaya dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan begitu gereja-gereja sungguh menjadi anggota tubuh Kristus yang saling menopang.
3. Terkait Pilkada kami menggarisbawahi Pesan Pastoral PGI tentang Pilkada Serentak 2015. Secara khusus kami meminta perhatian para pelayan gereja untuk belajar dari pengalaman agar tidak terjebak menjadi tim sukses/pemenangan pasangan calon tertentu, mengingat keragaman pilihan politik warga jemaat. Selanjutnya gereja perlu terus melatih diri untuk tidak turut menyuburkan budaya korupsi yang berakibat pada samarnya suara kenabiannya. Sebaliknya gereja harus terus memperdengarkan suara kenabiannya dan melayankan karya pastoral transformatifnya.
4. Sehubungan dengan meningkatnya kecenderungan fundamentalisme agama dan radikalisme, kami menyerukan kepada gereja-gereja untuk meninggalkan cara memahami teks-teks kitab suci, termasuk narasi-narasi kekerasan, secara harafiah dan terus mengembangkan pemahaman Alkitab secara kontekstual. Dengan ini diharapkan perbedaan pemahaman yang mungkin muncul dalam jemaat dapat disikapi dengan baik. Pada saat yang sama umat perlu didorong untuk belajar mengenal ajaran agama yang lain dan menghormati tradisi agama yang berbeda, serta menghindari cara-cara kekerasan dalam menyikapi perbedaan.
Kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia, Sidang MPL-PGI ini menyerukan:
1. Masyarakat Indonesia perlu bersama-sama menghormati dan memperkuat komitmen pluralisme dan kebangsaan bagi kesejahteraan masyarakat menuju Indonesia yang demokratis dan berkeadilan. Kami mendukung penegakan hukum, upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI, dan kerja sama guna mengatasi dampak buruk krisis finansial global. Dalam kaitan dengan itu, kami mendorong pemerintah untuk sungguh-sungguh mengupayakan kesejahteraan rakyat, termasuk melalui pembangunan infrastruktur yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
2. PGI mendukung pembaruan mental (revolusi mental) yang dicanangkan Bapak Presiden Joko Widodo. Hal itu merupakan inti ajaran Kristen terkait pembaruan budi (Roma 12:1-2), yaitu pembaruan hidup yang menyangkut seluruh eksistensi manusia, bukan hanya mentalnya. Oleh karena itu kami menyerukan pertobatan gereja-gereja dan bangsa Indonesia secara terus-menerus. Pertobatan itu mestilah menyangkut seluruh aspek kehidupan.
3. Terorisme dan kekerasan bermotif apapun mesti ditanggapi dengan cepat untuk menjamin rasa aman masyarakat. Meskipun demikian kami mendorong penyelesaian konflik dan kekerasan dengan cara-cara yang tidak arogan dan represif. Pemerintah wajib menghormati hak azasi manusia, menegakkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, serta memberikan perlindungan terhadap semua warga negara Indonesia, termasuk kelompok Gafatar, Ahmadiyah, dan Syiah. Pemerintah mesti hadir bagi seluruh masyarakat Indonesia dan tidak hanya melindungi kelompok-kelompok dominan. Kebebasan beragama adalah hak seluruh warga negara dan pemerintah wajib melindungi hak tersebut tanpa membeda-bedakan latar belakang agama dan keyakinan. Masih terkait kecenderungan meningkatnya radikalisme dan teororisme di Indonesia dan di seluruh dunia, kami mendorong pemerintah untuk secara sungguh-sungguh mengupayakan keadilan sosial dan ekonomi. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi rakyat guna menanggulangi ketimpangan yang makin lebar antara yang kaya dan yang miskin dalam masyarakat.
4. Kami mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia demi pemerintahan yang bersih dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kami mendukung KPK untuk bekerja secara adil, profesional, dan tidak tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Karena itu kami menolak upaya-upaya pelemahan KPK yang akan berakibat pada penyalahgunaan dana publik yang memiskinkan rakyat. Kami mengajak seluruh rakyat untuk secara bersama-sama menolak budaya koruptif yang telah menciptakan ketidakadilan dan menghalangi bangsa kita untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
5. Kami menyesalkan perilaku tidak patut yang ditampilkan oleh penyelenggara lembaga tinggi negara. Kami menyesalkan masih terdapatnya tokoh-tokoh politik yang mendasarkan moralitas dan etika tindakannya pada kesepakatan-kesepakatan politik, bukan sebaliknya mendasarkan kesepakatan politik pada moralitas dan etika. Untuk itu kami menyerukan kepada para politisi agar kembali kepada prinsip politik bagi kesejahteraan bersama. Kami juga menghimbau partai-partai politik melakukan pendidikan politik sehingga kader-kadernya beretika dan cakap menegakkan keadilan dan hukum.
6. Kami prihatin terhadap maraknya peredaran dan penggunaan narkoba dalam masyarakat Indonesia. Kami mendukung pemerintah, khususnya pihak keamanan, untuk secara konsisten memutus mata rantai peredaraan narkoba. Kami juga mendorong kerjasama semua elemen masyarakat, termasuk gereja, untuk pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.
7. Terkait pengembangan wilayah pariwisata, termasuk di Danau Toba, kami menyerukan agar semua pihak yang terlibat dalam pengembangan pariwisata menghormati hak-hak masyarakat adat dan kelestarian lingkungan hidup. Kami mendorong pemerintah untuk bersikap tegas, meninjau kembali ijin kepada para investor yang terbukti melakukan ketidakadilan terhadap masyarakat dan kekerasan terhadap alam. Kepada masyarakat di daerah pariwisata, kami serukan untuk memelihara keramahtamahan, sopan santun, dan etika pergaulan yang baik, serta nilai-nilai adat istiadat setempat, sambil terbuka untuk belajar dari nilai-nilai global yang humanis dan berkeadilan.
Demikianlah Pesan Sidang MPL-PGI 2016. Terpujilah Nama Tuhan!
Atas nama Peserta Sidang MPL-PGI 2016:
Majelis Ketua :
1. Bishop Darwis Manurung (GMI)
2. Pdt. Agustinus Purba (GBKP)
3. Pdt. Agripa Selly (PGIW Kepri)
4. Pdt. Geraldine Zakarias (Mitra Perempuan)
5. Sepriyani Rida (Mitra Pemuda)
Sekretaris Persidangan:
Pdt Gomar Gultom (Sekum PGI)