PGI – Jakarta. Kasus kekerasan berbasis agama yang terjadi di Sleman, D.I. Yogyakarta, Kamis (29/5/2014), bukan yang pertama kali selama 6 bulan terakhir di wilayah tersebut. Beberapa kasus serupa terjadi, seperti intimidasi dan kekerasan yang dialami oleh Amiludin Azis, Ketua Forum Lintas Iman Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta, Jumat (2/5/2014). Dia mendapatkan kekerasan berupa caci maki dan pengrusakan mobil di ruang terbuka, berdekatan dengan gedung DPRD Gunung Kidul, oleh Front Jihad Indonesia (FJI).
Masih di bulan yang sama, tepatnya 18/5/2014 di Kasihan Bantul kembali terjadi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok yang sama, FJI. Kekerasan itu menimpa Jemaah pengajian rutin. Kelompok tersebut bersama dengan Front Umat Islam (FUI) membubarkan paksa pengajian tersebut dengan alasan pembicara dalam pengajian tersebut adalah penganut Syiah.
Kekerasan selanjutnya yaitu saat akan dilaksanakan Paskah Adiyuswa (Lansia) Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Gunung Kidul. Masih kelompok yang sama, mereka melakukan penolakan kegiatan tersebut. Pemerintah Daerah justru tidak memberikan perlindungan agar pelaksanaan tersebut bisa dilaksanakan, namun memberikan opsi yang mengharuskan Paskah dilakukan secara tidak bersama dalam satu tempat.
“Daerah Istimewa Yogyakarta, yang kita semua kenal sebagai daerah yang sangat toleran, mampu menampung semua golongan suku, agama dan penganut kepercayaan. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi barometer kedamaian dan toleransi bagi bangsa Indonesia. Kondisi ini terkoyak dengan maraknya kekerasan berbasis agama yang terjadi,” jelas Direktur Eksekutif JKLP Indonesia Woro Wahyuningtyas dalam pernyataan sikap yang dikirim ke Radaksi majalah Berita Oikoumene menyikapi kasus kekerasan berbasis agama di Sleman.
Melihat berbagai kejadian tersebut, JKLPK Indonesia menyatakan pertama, mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok yang tersebut di atas. Kedua, meminta kepada Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan berbasis agama yang ada di Indonesia. Ketiga, meminta kepada Polri untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi dan menyeru kepada Kapolri untuk memberikan pernyataan yang sesuai dengan konstitusi di Indonesia.
Keempat, meminta representasi negara di Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai dari Gubernur DIY, Bupati Gunung Kidul, Bupati Bantul dan Bupati Sleman untuk memberikan perlindungan kepada seluruh warga negaranya dalam melaksanakan ibadah yang sesuai dengan agama dan keyakinannya. Kelima, meminta kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk menggunakan hak keistimewaannya dalam mendorong Kepolisian untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta secara adil, tidak diskriminatif dan tidak intimidatif.
Penulis: Markus Saragih
Be the first to comment