Pernyataan Anggota Tim Penyusun RUU Pemilu Menyesatkan

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo

JAKARTA,PGI.OR.ID-Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, membantah jika ada opsi pembatasan calon legislatif dari kalangan arti dalam draf Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu, seperti yang diungkapkan salah satu anggota tim pakar penyusun RUU. Pernyataan tersebut menyesatkan. Anggota tim tersebut sudah diminta untuk dikeluarkan.

“Menurut saya tidak benar ada draf RUU tersebut (pembatasan caleg artis). Itu kewenangan partai. Itu hak penuh partai. Pemerintah tidak ingin masuk ke ranah kewenangan partai,” kata Tjahjo, di Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2016.

Tjahjo menegaskan, dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu dan juga isu-isu krusial yang telah disiapkan pemerintah, tidak ada satu pun kata, frasa atau rumusan untuk memperketat caleg. Khususnya caleg dari kalangan selebritis. Soal persyaratan celeg merupakan urusan internal partai. Termasuk syarat untuk artis yang mau nyaleg.

“Tak ada itu dalam  draft RUU Penyelenggaraan Pemilu,” ujarnya.

Jadi, kata Tjahjo, apa yang dikatakan salah satu anggota tim pakar penyusun draf RUU Penyelenggaraan Pemilu, bahwa ada pembatasan caleg artis, adalah menyesatkan. Tidak ada klausul tersebut dalam draf RUU. Ia sangat menyayangkan, kenapa sampai terlontar wacana tersebut.

“Pernyataan anggota pakar tim, saudara Dhani (Dhani Syarifudin Nawawi-red) sangat menyesatkan, karena tidak ada dalam draft yang disiapkan Kemendagri. Ternyata itu yang  ternyata dikutip teman-teman media,” ujarnya.

Tidak mau hal itu jadi polemik berkepanjangan, Tjahjo pun mengaku sudah memerintahkan Sekjen dan Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, untuk menarik Dhani dari tim penyusun. Pernyataan Dhani, adalah pendapat pribadi. Tjahjo tak mau kemudian terjadi kegaduhan, karena opini yang menyesatkan tersebut.

“Tidak benar itu pernyataan Dhani. Saya minta kepada Sekjen dan Dirjen Polpum untuk menarik dia dari keanggotaan tim. Dia membuat opini yang gaduh dan tidak berdasar,” kata Tjahjo.

Tjahjo menambahkan, maju sebagai caleg, adalah hak asasi semu warg negara. Termasuk dalam menentukan pilihan politiknya. Kata dia, hak asasi itu harus dihormati. Itu hak politik segenap warga negara. Keputusan penyusunan caleg, adalah hak parrtai. Caleg yang diusung, bisa kader, atau pun orang-orang di luar kader yang dianggap layak dicalonkan.
” Ya, tergantung partai politik sesuai AD/ART dan kebijakan partainya. Pemerintah tidak ingin masuk dalam  kewenangan hak partai politik. Saya orang politik yang sekarang di birokrasi membantu Bapak Presiden. Jadi saya paham,” katanya.

Sebelumnya, dalam sebuah diskusi, Dhani Syarifudin Nawawi, anggota tim pakar pemerintah dalam penyusunan RUU Penyelenggaraan Pemilu, mengatakan, partai harusnya memprioritaskan kadernya sendiri yang benar-benar berkeringat untuk dicalonkan dalam pemilu legislatif. Bukan kemudian mengusung politisi karbitan, atau kutu loncat. Karena itu kata dia, untuk mencegah kutu loncat yang tiba-tiba bergabung atau pindah-pindah partai perlu ada ketentuan dalam regulasi pemilu.

“Perlu dimasukan ketentuan, bahwa yang dapat diajukan jadi calon legislatif oleh partai, adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya disyaratkan harus memiliki kartu tanda anggota partai minimal lebih 1 tahun,” katanya. (AS)